Senin, 30 September 2013

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERKEMBANGAN PSIKOLOGI ANAK ASTRA atau NYAME CERIKAN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
      Manusia adalah makhluk yang tertinggi ciptaan Tuhan Yang Maha Esa karena memiliki pikiran untuk dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. Dengan dibekali pikiran maka dalam kehidupannya manusia harus mampu mewujudkan hidup yang lebih baik dari pada sebelumnya. Untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik, maka manusia tidak boleh punah. Oleh karena itu, untuk terus dapat menjaga kelangsungan hidupnya maka manusia haruslah memiliki keturunan. Agar memperoleh keturunan, seseorang diharuskan untuk menikah. Karena dengan pernikahan akan memperoleh keturunan yang baik yang akan menolong orang tua dari penderitaan, hal ini dalam Agama Hindu disebut dengan anak Suputra.
      Sebagai umat Hindu tentu kita sudah tidak asing lagi mendengar istilah Anak Suputra, namun pernahkah kalian mendengar atau mungkin mengetahui tentang adanya anak Astra. Mungkin di benak anda timbul berbagai macam pertanyaan tentang adanya pernyataan tentang anak Astra. Bagaimana dan mengapa seseorang bisa disebut Astra.
      Asal mula Astra ini tidak dapat di pisahkan dari Wangsa, pada zaman dahulu seseorang yang memiliki gelar atau wangsa adalah orang-orang yang sangat di hormati, di puja, segala tindak tanduknya di benarkan meskipun dalam banyak hal mereka terkadang memanfaatkan untuk memperoleh keuntungan sendiri. Wangsa adalah salah satu cara untuk mempertahankan derajat dan martabat dalam suatu keluarga yang merupakan staus quo yang diwariskan secara turun temurun.
      Tidak dapat kita pungkiri bahwa di zaman dahulu derajat seseorang di ukur berdasarkan dari wangsanya (kasta). Dan para perempuan di zaman itu tidaklah di hargai seperti sekarang ini. Tidak ada yang namanya kesetaraan gender. Laki-laki yang memiliki kasta boleh hidup bersama dengan para perempuan dari golongan rendah tanpa adanya upacara pernikahan yang sah. Dari hubungan ini maka perempuan akan hamil dan anak dalam kandungan perempuan itu di sebut Anak Astra.
      Astra berasal dari kata, Aas yang artinya bunga jatuh atau juga putus. Sedangkan Tra berasal dari kata tereh/trah yang memiliki arti keturunan. Jadi Astra memiliki pengertian bahwa keturunan yang gugur untuk menyandang predikat wangsa. Sedangkan apabila dia anak tersebut lahir tidak dari keluarga Wangsa, maka anak itu disebut dengan nama Nyame cerikan. (artha, 2003 : 6)
      Sebagai seorang manusia anak Astra dalam hidupnya mengalami berbagai macam tahapan. Tahapan-tahapan itu akan membuat anak tersebut menjadi pribadi yang matang. Untuk dapat mengetahui sejauh mana perkembangan pribadi anak tersebut maka dapat kita lakukan melalui pendekatan Psikologi Agama. Mengapa penulis menggunakan Psikologi Agama? Karena sebutan anak Astra hanya digunakan oleh umat Hindu.
      Sebelum masuk lebih jauh, ada baiknya kita mengetahui apa yang dimaksud dengan Psikologi Agama. Psikologi Agama terbagi atas dua kata yaitu “Psikologi” dan “Agama”. Kata Psikologi secara umum memiliki arti suatu ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku dan pengalaman manusia, yang tujuan utamanya adalah mengungkapkan faktor-faktor yang berpengaruh pada prilaku manusia. Sedangkan Agama memegang peran penting dalam kehidupan manusia. Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan serta segala sesuatu yang terkait dengan anjuran-Nya sehingga dapat memberikan rasa aman dan memiliki ketetapan hati dalam menghadapi hidup. Jadi Psikologi Agama adalah cabang psikologi yang menyelidiki sebab-sebab dan ciri psikologi dan sikap-sikap yang religius atau perjalanan religius dan berbagai fenomena dalam individu yang muncul dari atau menyertai sikap dan pengalaman. (Suasthi & Suastawa, 2008 :3)
1.2  Rumusan Masalah
Dari pemaparan diatas maka penulis dapat mengangkat sebuah permasalahan sebagai berikut :
1.2.1  Apakah ada pengaruhnya lingkungan terhadap perkembang psikologi                      dari seorang anak Astra?
1.3  Tujuan Penulisan
      Segala sesuatu yang terdapt di dunia ini tentunya memiliki tujuan masing-masing dari sang pencipta. Begitu pula dengan makalah ini, yang memiliki tujuan agar para pembaca mengetahui pengaruh lingkungan yang seperti apa yang mempengaruhi perkembangan psikologi seorang anak Astra dalam kehidupannya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Lahirnya Anak Astra atau Nyame Cerikan di Masyarakat
     Seperti yang dijelaskan di atas bahwa pada zaman dahulu menyandang predikat Astra merupakan sesuatu yang benar-benar memalukan atau sangatlah hina. Apalagi masyarakat pada saat itu tidaklah terlalu mementingkan pendidikan sehingga mereka tidak ada yang memberikan dukungan pada sang Anak Astra tetapi malahan semakin mengucilkan.
Ada beberapa hal yang menjadi penyebab seorang anak dapat dikatakan sebagai anak astra, sebab-sebab itu antara lain :
a.      Lahir tanpa upacara perkawinan
     Perkawinan merupakan sesuatu yang sakral oleh karena itu semua orang berharap menikah sekali seumur hidup kemudian sampai akhir hayat bersama orang yang disayangi. Perkawinan tidak hanya untuk seorang laki-laki dan perempuan, tetapi merupakan penyatuan dua buah keluarga besar. Restu dari keluarga merupakan hal yang sangat penting. Begitu pula dalam hal ini, restu keluarga besar dari penyandang predikat wangsa sangat penting boleh tidaknya perempuan itu dijadikan istri apalagi sang perempuan tidak memiliki kasta, tidak memiliki rumah atau sanak saudara. Tetapi mereka di perbolehkan tinggal serumah hingga memiliki anak hingga 2 atau 3. Lambat laun hal ini menjadi perhatian keluarga hingga akhirnya mereka di nikahkan dengan ritual keagamaan. Jika ada anak yang lahir setelah itu maka anak tersebut akan menyandang nama wangsa bapaknya, sementara kakak-kakanya tidak.
b.      Diduga Hamil Duluan Saat Upacara Perkawinan
     Penyebab anak yang lahir diberi predikat Astra adalah apabila seorang anak yang lahir secara normal dari rahim ibunya belum genap hitungan sembilan bulan sejak hari pernikahan. Meski telah di upacarakan secara adat-istiadat namun tidak boleh menyandang predikat wangsa.
     Kalau kalangan Wangsa melahirkan Astra, di kalangan umat Hindu yang bukan menyandang Wangsa-pun banyak mempunyai keturunan yang bukan melalui proses adat, tradisi dan budaya. Dan para keturunannya di beri predikat Nyame Cerikan. Sementara anak dari orang tuanya yang lahir dari proses adatistiadat di sebut Nyame Tigehan atau Nyame Kelihan.
Apabila si-Nyame Cerikan meninggal dunia, maka semua anggota masyarakat yang tergolong Nyame Tigehan tidak akan memikul mayatnya. Tetapi apabila si-Nyame Tigehan meninggal dunia, adalah merupakan kewajiban bagi si-Nyame Cerikan  untuk memikul mayatnya, (Hindu-Lombok). (Artha , 2003 : 7)
2.2 Pengaruh Lingkungan Terhadap Psikologi Anak Astra atau Nyame                                               Cerikan
     Penjelasan diatas menunjukkan bahwa segala sesuatu di timpakan pada anak Astra atau Nyame Cerikan, padahal jika kita tanyakan pada mereka tentunya mereka juga tak ingin di lahirkan seperti itu.
     Astra tidak selamanya berarti buruk. Hal ini sangat berkaitan dengan siapa penyandang predikat itu ketimbang, predikat apa yang disandangnya. Menyandang predikat Astra atau Nyame Cerikan sesungguhnya bukan masalah, justru yang menjadi masalah adalah orang-orang yang mempermasahkannya.
     Bukankah di Hindu kita di ajarkan tentang Tat Twam Asi yang memiliki arti Kau adalah Aku. Lalu dimanakah implementasi dari Tat Twam Asi dalam persoalan Anak Astra atau Nyame Cerikan ini?
     Implementasinya tentu saja ada hanya saja orang-orang lebih banyak yang serakah yang lebih mengedepankan ego atau rasa ke-Aku-an mereka sendiri. Sehingga hal ini terus menerus berlangsung, dan yang lebih menyedihkan lagi mereka berbuat seolah-olah bahwa hal ini memang telah tertulis dalam Sastra Suci Hindu.
     Padahal hal tersebut tidak pernah sama sekali tertuang dalam Sastra Suci Hindu manapun. Itu hanya di kembangkan bagi orang-orang yang ingin mempertahankan Status Quo.
     Oleh sebab itu adalah merupakan kewajiban umat sedharma terlebih lagi bagi kita yang merupakan ujung tombak generasi penerus Hindu untuk sekuat tenaga berupaya meluruskan hal-hal yang bengkok dan menempatkan segala sesuatu pada porsinya yang benar sesuai dengan ajaran Kitab Suci. Merubah tradisi-tradisi yang tidak manusiawiyang bertentangan dengan hakekat dharma itu sendiri yang sudah tidak cocok pada saat ini. Bukankah Hindu merupakan Agama Universal yang sangat fleksibel. Mengikuti perkembangan masa, dimana ada tradisi atau kegiatan yang tidak bersumber pada Weda bisa di tinggalkan karena semua itu sama sekali tidak mendatangkan berkah. Hal ini tertuang dalam Manawa Dharma Sastra XII.95 yang berbunyi :
“Semua tradisi dan sistem filsafat yang tidak bersumber pada Weda tidak akan memberi pahala kelak sesudah mati karena dirinya bersumber pada kegelapan”.
     Berkaca pada sastra tersebut, maka kita harus lebih membuka diri menerima berbagai hal baru tanpa langsung meletakkan predikat negatif pada hal tersebut. Di masyarakat yang multi dimensional / majemuk perbedaan antara wangsa dengan astra benar-benar nyaris tidak pernah terdengar. Namun apabila sebuah persoalan walau sekecil apapun apabila dibesar-besarkan jelas akan menjadi besar. Nama besar yang disandang orangpun menjadi besar, karena orang lain yang membesar-besarkan. Sehingga orang itu menyandang nama besar. Hal ini tertuang jelas dalam Mahabharata Anusasana Parwa 104, 105 yang berbunyi :
”Tidak menghina orang lain, tidak mengeluarkan kata-kata yang tidak menyenangkan orang lain, tidak marah dengan orang lain dan dengan kelakuan seperti itu orang-orang bisa memperoleh kemajuan spritual”.
     Meskipun dikalangan keluarga kehadiran Anak Astra atau Nyame Cerikan di anak tirikan, namun dikalangan masyarakat pada umumnya mereka tetap diterima dengan baik dan terbuka. Tidak jarang mereka juga sering didudukan ditengah-tengah masyarakat pada waktu musyarawah di laksanakan serta saran yang mereka berikan memang sesuai dengan kebutuhan.
     Dalam jajaran pemerintah pun banyak diantara mereka yang memiliki posisi yang bagus, hal ini disebabkan karena mereka cerdas, bertanggung jawab, berwawasan luas, dan tentunya bijaksana.
     Pernahkan kalian mendengar cerita tentang tokoh-tokoh penting dari zaman Mahabharata yang memiliki kecerdasan dan kebijaksanaan yang sangat luar biasa. Tapi apakah kalian tahu kalau diantara mereka terdapat beberapa Anak  
a)      Bharata merupakan leluhur dari Pandawa dan Kaurawa, beliau adalah anak dari Raja Dusmanta dengan Dewi Sakuntala. Dewi Sakuntala adalah anak dari Bhagawan Kanwa. Pernikahan antara Prabu Dusmanta dan Dewi Sakuntala tanpa di hadiri oleh pendeta sebagai sanksinya.
b)      Kemudian, di Kerajaan Hastinapura ada tiga orang pangeran. Putra tertua bernama Dristarastra, saudara kedua bernama Pandu, dan anak yang terkecil bernama Widura. Di antara ketiga orang itu, Widuralah yang paling bijaksana serta beliaulah yang berpegang teguh pada hukum tata negara. Dia adalah Anak Astra karena lahir dari ramih seorang pelayan, tetapi meskipun demikian dia selalu memegah teguh kebenaran karena memiliki dan memahami tentang pengetahuan suci.
c)      Pada masa perang Bharatayuda tentu kita tidak akan pernah lupa tentang keberanian seorang panglima perang yang gagah yang bernama Karna. Karna adalah orang yang memegah teguh kata-katanya, dia melaksanakan sikap Satya Mitra yang memiliki arti selalu setia terhadap sahabat meskipun harus mengorbankan nyawa. Karna menjadi raja di Kerajaan Anga, dan dia merupakan raja yang sangat rendah hati memberikan apapun yang dia miliki kepada siapapun yang meminta. Segala perkataannya selalu dia tepati dalam Hindu ini disebut Satya Wacana. Tapi tahukan kalian bahwa Karna lahir tanpa seorang ayah.
     Demikianlah beberapa orang yang di katakan Sebagai Anak Astra dengan prestasi yang sangat luar biasa, nama mereka dicatat dalam sejarah dan selalu dikenang hingga sekarang.













BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
     Antara Wangsa dan Astra tidak dapat dipisahkan, karena tanpa Wangsa maka tidak akan pernah ada Astra. Seperti apa yang telah alam gariskan bahwa tidak ada sebab yang tanpa akibat. Selain itu Hindu juga mengenal Karmapala yang berarti hasil dari perbuatan yang kita lakukan. Sebagai manusia tentu kita sering melakukan kesalahan. Namun bukan berarti kita tidak mampu memperbaikinya, kesalahan adalah langkah awal yang perlu kita benahi menuju kebenaran.
     Hindu merupakan agama yang universal serta fleksibel yang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan serta kondisi lingkungan tempat para penganutnya tinggal. Karena hal itulah Hindu sebagai agama tertua di dunia tetap eksis hingga sekarang.
     Tujuan utama Agama Hindu adalah “Moksartam Jagadhita Ya Ca Iti Dharma”. Untuk mencapai hal itu maka kita memerlukan ketenangan hati dan kedamaian. Tidak ada saling merendahkan sesama makhluk.
     Seperti halnya Anak Astra, jangan memberi mereka predikat buruk hanya karena kelakuan kedua orang tua mereka. Tapi marilah kita membuka mata lebar-lebar untuk menghargai mereka sebagai sesama manusia, dan contohlah segala perilaku mereka yang baik. Ikutilah prestasi-prestasi gemilang mereka, serta sikap bijaksana mereka dalam menjalani hidup. Harus kita ingat bahwa dihadapan Tuhan kita sama, yang membedakan hanya Karma Wasana  kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar