A. Pengertian Ideologi
Istilah ideologi berasal dari kata idea dan logos. Idea berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, ide-ide dasar, cita-cita. Kata idea berasal dari bahasa Yunani, eidos yang berarti bentuk atau idein yang berarti melihat. Idea
dapat diartikan sebagai cita-cita, yaitu cita-cita yang bersifat tetap
dan akan dicapai dalam kehidupan nyata. Dengan demikian, cita-cita ini
pada hakikatnya merupakan dasar, pandangan, atau faham yang diyakini
kebenarannya. Sedangkan logos berarti ilmu. Secara harfiah, ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide (the sciene of ideas), atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar.
Istilah “ideologi” pertama kali dilontarkan oleh seorang filsuf Perancis, Antoine Destutt de Tracy pada tahun 1796 sewaktu Revolusi Perancis tengah menggelora (Christenson, et.al., 1971: 3). Tracy
menggunakan istilah ideologi guna menyebut suatu studi tentang asal
mula, hakikat, dan perkembangan ide-ide manusia, atau yang sudah dikenal
sebagai “Science of Ideas”. Gagasan ini diharapkan dapat membawa
perubahan institusional dalam masyarakat Perancis. Namun, Napoleon
mencemoohnya sebagai suatu khayalan yang tidak memiliki nilai praktis.
Pemikiran Tracy ini sebenarnya mirip dengan impian Leibnitz yang disebut
one great system truth (Pranarka, 1987).
Pokok-pokok pikiran yang perlu dikemukakan mengenai ideologi adalah sebagai berikut:
- Bahwa ideologi merupakan sistem pemikiran yang erat kaitannya dengan perilaku manusia. Kecuali itu, ideologi merupakan serangkaian pemikiran yang berkaitan dengan tertib sosial dan politik yang ada dan berupaya untuk merubah atau mempertahankan tertib sosial dan politik yang bersangkutan.
- Bahwa ideologi, disamping mengemukakan program juga menyertakan strategi guna merealisasikannya.
- Bahwa ideologi dapat dipandang sebagai serangkaian pemikiran yang dapat mempersatukan manusia, kelompok, atau masyarakat, yang selanjutnya diarahkan pada terwujudnya partisipasi secara efektif dalam kehidupan sosial politik.
- Bahwa yang bisa merubah suatu pemikiran menjadi ideologi adalah fungsi pemikiran itu dalam berbagai lembaga politik dan kemasya-rakatan.
B. Karakteristik dan Makna Ideologi bagi Negara
Dalam memahami ideologi dan ideologi
politik tidaklah cukup hanya melihat dari sosok pengertiannya, atau
hanya berangkat dari definisi-definisi yang telah dikemukakan oleh para
ahlinya. Oleh karena itu, meskipun secara elementer akan dipaparkan
beberapa karakteristik ideologi sehingga upaya memahami makna suatu
ideologi dapat dilakukan lebih mudah. Makna suatu ideologi dapat
ditemukan dari karakteristiknya. Beberapa karakteristik suatu ideologi,
antara lain:
1. Ideologi seringkali muncul dan berkembang dalam situasi krisis
Situasi krisis, di mana cara pandang,
cara berpikir dan cara bertindak yang sebelumnya dianggap umum dan wajar
dalam suatu masyarakat telah dianggap sebagai suatu yang sudah tidak
dapat diterima lagi. Keadaan semacam ini biasanya akan mendorong
munculnya suatu ideologi. Jika manusia, kelompok, ataupun masyarakat
mulai merasakan bahwa berbagai kebutuhan dan tujuan hidupnya tidak dapat
direalisasikan, maka kesalahan pertama seringkali ditimpakan kepada
ideologi yang ada atau sedang dikembangkan. Biasanya ideologi yang ada
dianggap tidak mampu lagi berbuat, baik dalam menjelaskan eksistennya
atau justifikasi terhadap situasi yang sedang terjadi, ataupun dalam
melaksanakan aturan main yang dicanangkan sebelumnya. Pendek kata,
mereka tidak dapat menerima batasan-batasan mengenai apa yang harus
dijunjung tinggi dan dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari. Berangkat
dari kondisi yang serba kalut, yang dicirikan oleh menghebatnya
ketegangan sosial, maka ketidakpuasan terhadap masa lampau dan ketakutan
menghadapi masa depan menjadi pendorong muncul dan bangkitnya suatu
ideologi yang mampu menjanjikan kehidupan yang lebih baik.
2. Ideologi merupakan pola pemikiran yang sistematis
Ideologi pada dasarnya merupakan ide atau
gagasan yang dilemparkan atau ditawarkan ke tengah-tengah arena
perpolitikan. Oleh karena itu, ideologi harus disusun secara sistematis
agar dapat diterima oleh warga masyarakat secara rasional. Sebagai ide
yang hendak mengatur tertib hubungan masyarakat, maka ideologi biasanya
menyajikan penjelasan dan visi mengenai kehidupan yang hendak
diwujudkan. Di samping itu, ideologi sering menampakkan sifat
“self-contained” dan “self-sufficient”. Ini mengandung pengertian bahwa
ideologi merupakan suatu pola pemikiran yang terintegrasi antara
beberapa premis dasar yang memuat aturan-aturan perubahan dan
pembaharuan. Meskipun ideologi dikatakan sebagai suatu pola pemikiran
yang sistematis, namun tidak jarang dikatakan bahwa ideologi merupakan
konsep yang abstrak. Hal ini tidak dapat dipisahkan dengan deologi yang
kurang mampu menggambarkan tentang realitas dan lebih
menggambarkantentang model atas dasar persepsi tentang realitas yang
ideal. Dengan demikian, tidak mengherankan apabila ideologi cenderung
menjadi reduksionis, dalam arti cenderung mengetengahkan penjelasan dan
rekomendasi yang sederhana, umum, dan lebih mudah dipahami.
3. Ideologi mempunyai ruang lingkup jangkauan yang luas, namun beragam
Dilihat dari dimensi horisontal, ideologi
mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, mulai dari
penjelasan-penjelasan yang parsial sifatnya sampai pada gagasan-gagasan
atau panangan-pandangan yang komperehensif (misalnya: weltanschauung).
Sebenarnya, sifat serba mencakup dari suatu ideologi sangat tergantung
pada ruang lingkup kekuasaan yang dapat dicakupnya. Ideologi-ideologi
yang totaliter dapat dikatakan lebih komprehensif dibandingkan dengan
ideologi-ideologi yang demokratis karena senantiasa mendambakan
kekuasaan mutlak untuk mengatur semua aspek kehidupan. Dengan demikian,
ideologi dapat memberikan gambaran tentang masyarakat bangsa yang akan
direalisasikan dengan berbagai pola perilakunya. Ideologi dapat menjadi
indikator dalam menentukan keberhasilan suatu negara dalam membangun
masyarakatnya.dengan demikian, ideologi dapat menjadi parameter dalam
mengukur keber-hasilan suatu bangsa.
4. Ideologi mencakup beberapa strata pemikiran dan panutan
Dilihat dari dimensi vertikal, ideologi
mencakup beberapa strata pemikiran dan panutan, mulai dari konsep yang
kompleks dan sophisticated sampai dengan slogan-slogan atau
simbol-simbol sederhana yang mengekspresikan gagasan-gagasan tertentu
sesuai dengan tingkat pemahaman dan perkembangan masyarakatnya.
berangkat dari tataran pemikiran semacam ini, dapat dikatakan
bahwaideologi berada pada keragaman landasan yang akhirnya akan
membuahan berbagai pemahaman dan penerimaan dari para
pengikutnya.ketertarikan seseorang pada suatu ideologi bisa didasarkan
pada rangsangan intelektual, emosional, atau yang paling sering adalah
kepentingan pribadi. Disamping itu, unsur pengikat dapat didasarkan pada
daya tarik pemimpin yang kharismatik. Dengan demikian, tidak
mengherankan apabila para “ ideolog” cenderung menunjukkan militansi dan
fanatisme terhadap doktrin ideologi sehingga menjadi sumber dukungan
yang aktif dan sangat loyal dengan pasif menerima ideologi apa adanya.
C. Fungsi ideologi
Tumbuhnya keyakinan dan kepercayaan
terhadap ideologi tertentu, barangkali bukan satu satunya cara, melalui
mana manusia bisa memformulasikan dan mengisi kehidupannya. Ideologi
juga bisa memainkan fungsinya dalam mengatur hubungan antara manusia dan
masyarakat. Setiap kehidupan masyarakat pasti mengharapkan setiap
anggotanya dapat terlibat dan tercakup di dalamnya. Untuk itu, ideologi
dapat membantu anggota masyarakat dalam upaya melibatkan ciri dalam
berbagai sektor kehidupan di samping fungsinya yang sangat umum,
ideologi juga memiliki fungsi yang khusus sifstnya, seperti:
1. Ideologi berfungsi melengkapi struktur kognitif manusia
Sebagai sistem panutan, ideologi pada
dasarnya merupakan formulasi ide atau gagasan melalui mana manusia dapat
menerima, memahami, dan sekaligus menginterpretasikan hakikat kehidupan
ini. Realitas kehidupan yang sangat kompleks dapat dibuat lebih jelas,
lebih memenuhi harapan, dan lebih berarti oleh sebuah ideologi.
Orientasi kognitif dari suatu ideologi dapat membantu untuk
menghindarkan diri dari sikap ambiguitas, sekaligus memberikan kepastian
dan rasa aman dalam mengarungi kehidupannya. Jika manusia melihat ada
kekuasaan atau kekuatan yang sulit diprediksikan, maka ideologilah ide
satu-satunya tempat berlindung.
2. Ideologi berfungsi sebagai panduan
Sebagai suatu panduan, ideologi
mencanangkan seperangkat patokan tentang bagaimana manusia seharusnya
bertingkah laku, di samping tujuan dan cara mencapai tujuan itu. Seiring
dengan fungsinya, ideologi menyajikan saluran-saluran yang dapat
dipakai untuk mewujudkan ambisi pribadi atau kelompok, hak dan
kewajiban, dan parameter yang menyangkut harapan pribadi dan anggota
masyarakat. Ideologi juga dapat memberikan batasan tentang kekuasaan,
tujuan, dan organisasi yang berkaitan dengan masalah-masalah politik.
Dengan demikian fungsi ideologi bagi suatu negara bukan sekedar sebagai
standar pertimbangan dalam memilih berbagai alternatif,melainkan
menyertakan “a sense of self-justification”, cara-cara mengevaluasi
tingkah laku para anggotanya, dan memberikan kerangka landasan bagi
legitimasi politik (kekuasaan).
3. Ideologi
berfungsi sebagai lensa, melalui mana seseoran dapat melihat dunianya;
sebagai cermin, melalui mana seseorang dapat melihat dirinya; dan
sebagai jendela, melalui mana orang lain bisa melihat diri kita.
Ideologi merupakan salah satu alat bagi
seseorang atau bangsa untuk mengenal dan melihat dirinya sendiri, dan
mengharapkan orang lain untuk bisa melihat dan menginterpretasikan
tindakanna yang didasarkan atas ideologinya. Dengan demikian, ideologi
merupakan potret diri pribadi, kelompok atau masyarakat yang sangat
impresio-nistis. Ideologi dapat memberikan gambaran tentang manusia dan
masyarakat yang diharapkan. Inilah fungsi penting ideologi bagi suatu
bangsa dan negara.
4. Ideologi berfungsi sebagai kekuatan pengendali konflik, sekaligus fungsi integratif
Dalam level personal, ideologi dapat
membantu setiap individu dalam mengatasi konflik yang terjadi dalam
dirinya sendiri ataupun dalam hubungannya dengan orang lain. Di sisi
lain, ideologi dapat mengikat kebersamaan dengan cara mengintegrasikan
berbagai aspek kehidupan individu. Dalam kehidupan masyarakat, ideologi
juga dapat berfungsi membatasi terjadinya konflik. Guna menjaga
kontiunitas dan usaha-usaha bersama, suatu masyarakt tidak saja
memerlukan pengendalian konflik, tetapi juga memerlukan adanya integrasi
secara politis dari para anggotanya. Melalui ideologi setiap anggota
masyarakat mampu mengetahui ide, cita-cita, tujuan atau harapan-harapan
dari masyarakat.
D. Perbandingan Ideologi
Kajian ideologi terasa kurang lengkap
tanpa mengkaji ideologi-ideologi besar yang berpengaruh di dunia. Oleh
karena itu pada bagian ini akan disajikan uraian singkat tentang
beberapa ideologi tersebut.
1. Liberalisme
Dalam rangka mempertajam persepsi
terhadap beberapa aliran filsafat politik yang revolusioner, ada baiknya
dikemukakan dua teori pokok garakan revolusioner di Amerika Serikat.
Pertama, teori yang dikembangkan oleh The Founding of America yang
didasarkan atas hak-hak rakyat untuk membebaskan diri dari pemerintahan
yang depotisme. Teori revolusioner ini tergolong tradisional dengan
tujuan yang sedehana yaitu ingin mengakhiri praktik-praktik tirani dan
memberikan kebebasan kepada rakyat secara penuh sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
Kedua, teori yang diemukakan Kaum Komunis
di Amerika dan merupakan kebalikan dari teori pertama. Teori ini
bertuuan ingin mengakhiri kebebasan rakyat, sekaligus membagun tirani.
Inilah essensi yang sering dilupakan oleh mereka yang hanya ingin
mencari justifikasi dalam membela kaum komunis di Amerika. Dengan kata
lain, istilah yang dipergunakan sama, tetapi belum tentu memiliki makna
yang sama di mata rakyatnya.
Persoalan yang sering dilupakan dalam
pembahasan filsafat politik adalah masalah yang menyangkut hak dan
wewenang pemerintah dalam mengendalikan tingkah laku dan perbuatan
warganegaranya. Apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh
rakyat, biasanya ditentukan oleh pemerintah dari masing-masing negara.
Inilah sebenarnya persoalan mendasar yang paling penting karena
menyangkut kepentingan asasi dari warga negara.
Liberalisme sebagai salah satu filsafat
politik dan ideologi besar di dunia memiliki hubungan yang erat dengan
persoalan diatas. Edmun Burke mengemukakan bahwa liberalisme berhubungan
dengan masalah apa yang seharusnya dilakukan oleh negara melalui
kebijaksanaan umum, dan yang seharusnya tidak dilakukan negara untuk
memberikan kebebasan kepada rakyatnya. Pada awal pertumbuhannya,
liberalisme sering dikonotasikan dengan kebebasan individu dalam setiap
aspek kehidupan. Inilah arti pentingnya jaminan terhadap hak-hak asasi
manusia sehingga memungkinkan setiap orang dapat mengembangkan
potensinya.
Menurut pandangan liberalisme, negara dan
politik hanya menempati salah satu bagian dan bukan persoalan pokok
dalam kehidupan manusia. Tujuan negara semata-mata hanya mempertahankan
negara apabila ada gangguan atau serangan dari negara lain. Fungsi
negara tidak lebih dari mempertahankan hukum dan ketertiban masyarakat.
Rumusan yang sesuai dengan cita-cita ini adalah The goverment is the
best which governs the best.
Liberalisme memiliki pandangan tersendiri
terhadap hak dan kebebasab warganegara. Ia mendukung pengakuan hak-hak
asasi manusia sepanjang tidak mengganggu hak-hak orang lain. Pandangan
ini pada dasarnya sama dengan yang dikembangkan bangsa Indonesia
melalui ideologi pancasila. Dengan demikian, negara paling tidak harus
memberikan jaminan kepada setiap warganegaranya untuk memilih dan
menentukan agama dan kepercayaannya sendiri, berbicara dan mengemukakan
pikiran secara bebas, dan untuk bekerja secara bebas sesuai dengan
kemauan dan kemampuannya tanpa campur tangan dari pemerintah.
Filsafat politik liberalisme tertuang
dalam Bill of Rights, gagasan konstitusionalisme, ajaran Separation of
Power, dan dimanefestasikan dalam ajaran Checks and Balance. Keempatnya
dimaksudkan untuk memberikan jaminan dan perlindungan terhadap kebebasan
individu dari pelanggaran-pelanggaran yang mungkin dilakukan oleh
negara atau pemerintah. Akhirnya, prinsip-prinsip pengajaran liberalisme
telah berkembang menjadi suatu ideologi dalam segala aspek kehidupan.
Sebagai sebuah ideologi, liberalisme
mengembangkan suatu prinsip yang sangat mendasar sifatnya, seperti: (1)
pengakuan terhadap hak-hak asasi kewarganegaraan, (2) memungkinkan
tegaknya tertib masyarakat dan negara atas supermasi hukum, (3)
memungkinkan lahirnya pemerintahan yang demokratis, dan (4) penolakan
terhadap pemerintahan totaliter.
Prinsip-prinsip tersebut kemudian
diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam bidang politik,
ideologi liberal sangat menekankan pada peranan masing-masing individu.
Karena pentingnya kedudukan individu, pernah berkembang negara hukum
yang bertujuan melindungi individu dari gangguan individu lain.
Perkembangan bidang ekoomi juga ditandai dengan persaingan yang kuat
karena masing-masing individu merasa memilki hak untuk mencapai tujuan
sesuai dengan kemampuan dan kekuatannya. Namun, dalam perkembangan
selanjutnya kebebasan ini telah melahirkan sikap imperealistis dan
membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi kelompok masyarakat lain.
Pendek kata, yang kuat semakin kuat dan yang lemah semakin terpuruk.
Akhirnya, lahirlah kelas-kelas sosial yang pada dasarnya tidak sesuai
dengan prinsip liberalisme.
2. Komunisme
Menurut teori aslinya, yaitu teori marx,
sosialisme dan komunisme tidak akan mungkin bisa muncul di negara-negara
yang tingkat perkembangan ekonominya belum begitu maju. Selain itu,
Marx mengatakan bahwa sistem feodal harus digantikan oleh sistem
kapitalis yang ditimbulkan oleh industrialisasi. Dalam pandangan Marx,
sistem kapitalis tersebut bisa mempersiapkan kerangka landasan untuk
datangnya sosialisme dengan melalui dua cara: (1) kapitalisme memberikan
kemungkinan menigkatnya produksi melalui industrialisasi,dan (2)
kapitalisme dapat melahirkan kelas baru, yaitu kelas proletar atau
buruh.
Sistem kapitalis itu sendiri, bisa saja
dipimpin oleh kelas borjuis dengan satu catatan bahwa kelas proletar
semakin besar jumlahnya. Akhir dari kondisi ini akan melahirkan kekuatan
kelas proletar guna menjatuhkan atau menggantikan kelas borjuis. Dengan
demikian, kelas proletar bisa mewarisi ekonomi yang maju dari praktek
kapitalisme. Dengan asumsi bahwa kelas proletar tersebut akan
menggunakan produksi yang tinggi untuk kepentingan mayoritas kelas
proletar dan bukan demi kepentingan minoritas kelas borjuis.
Berangkat dari teori marx tersebut kita
memperoleh satu kesan bahwa negara praindustri harus diindustrilisasikan
melalui kapitalis sebelum lahir atau tumbuhnya sosialis. Kondisi
semacam inilah yang memungkinkan kaum proletar menjadi kuat dan dapat
merebut kekuasaan dan menciptakan sosialisme.
Gambaran pada awal abad ke 20
menunjukkan, bahwa negara-negara sosialis adalah negara-negara kapitalis
yang paling maju, khususnya jerman dan inggris. Di pihak lain, rusia
masih feodal dengan ekonomi pertaniannya. Di rusia proses
industrialisasi baru mulai dan kaum borjuis masih lemah dibandingkan
dengan kaum ningrat yang ada. Meskipun demikian, partai komunis berhasil
merebut kekuasaan di rusia. Sementara di inggris dan jerman, hal yang
demikian tidak terjadi. Satu pertanyaan yang segera mengganggu adalah
bagaimana kenyataan berhasilnya partai komunis di suatu negara yang
belum maju dapat disesuaikan dengan teori Marx?
Menurut Marx, datangnya sosialis dapat
diibaratkan dengan jatuhnya buah yang matang dari pohon. Kalau buah
sudah matang barulah bisa jatuh. Sementara itu lenin berkeyakinan bahwa
buah itu harus dan dapat direbut. Apabila dikaitkan dengan perkembangan
di Rusia belum cukup matang. Untuk itu sebuah organisasi harus dibentuk
dalam upaya merebut kekuasaan. Organisasi yang dimaksudkan tidak lain
dan tidak bukan ialah: Partai Bolshevic atau Komunis.
Partai komunis terdiri dari segolongan
kecil orang yang revolusioner dan sangat berdisiplin. Sehubungan dengan
ini, lenin mengatakan bahwa kualitas lebih penting ketimbang kuatintas.
Bahkan, untuk ini partai komunis disebutnya sebagai “ vanguard” atau
pelopor kelas proletar. Menurut Lenin pula orang bisa sering menginsyafi
kepentingannya sendiri. Mereka mirip tubuh tanpa kepala. Untuk ini
partai komunis sebagai kepala dari tubuh kelas proletar. Dalam
pandangannya, anggota-anggota Partai Komunis cukup memahami hukum
kesejarahan. Dengan kata lain, mereka cukup memahami bagaimana kelas
proletar merupakan kelas yang semestinya akan berkuasa. Jadi, walaupun
banyak anggota partai yang berasal dari cendikiawan daripada proletar
itu sendiri, namun golongan cendikiawan tersebut dapat mewakili
kepentingan proletar.
Lenin juga melihat bahwa kelas proletar
merupakan kelas yang kecil di Rusia. Oleh karena itu kelas proletar
harus bersatu dengan petani. Persekutuan ini haruslah dipimpin oleh
kelas proletar ( dalam hal ini partai komunis). Tugas pertama mereka
adalah menjatuhkan rezim feodal, kendatipun rezim feodal itu sendiri
tidak akan diganti oleh rezim borjuis. Menurut lenin, justru persekutuan
yang dipimpin oleh proletar itulah yang harus menunaikan tugas kelas
borjuis, yaitu industrialisasi. Sesudah itu mereka baru dapat menunaikan
tugasnya sendiri, yaitu membangun sosialisme. Dengan demikian bisa
dikatakan bahwa lenin bermaksud menyatukan dua tahapan yaitu kapitalis
dan sosialis.
Dari ulasan yang terakhir, nampak bahwa
lenin membuat beberapa revisi yang penting dalam teori Marxisme. Pertama
ia menerima prinsip bahwa arah sejarah bisa dipercepat. Kedua, alat
yang dapat mempercepat sejarah adalah partai komunis yang mewakili kaum
proletar, kendatipun diantara anggotanya terdapat orang-orang yang bukan
proletar. Ketiga, lenin menginsyafi bahwa dalam suatu negara agraris,
kelas proletar harus bersekutu dengan kelas petani. Akhirnya lenin
berkesimpulan bahwa partai komunis dapat menjalankan industrialisasi
kendati menurur Marx industrialisasi merupakan tugas kaum borjuis dengan
sistem kapitalismenya.
Revisi-revisi lenin dikembangkan pula
oleh Mao Tze Tung. Diatas telah dikatakan bahwa lenin menciptakan
gagasan Vanguard of the Proletariat atau pelopor proletar yang mewakili
kelas proletar, kendatipun ada di antara pemimpin-pemimpinnya yang bukan
dari kelas proletar. Di samping itu, peranan para politisi tidak dapat
diabaikan.
Pada mulanya partai komunis cina
mengikuti contoh rusia tersebut. Dengan kata lain, semua partai ini
mendasarkan kekuatannya pada kelas proletar dan kelompok cendikiawan di
kota-kota besar. Namun kenyataan yang ada, pada tahun 1927, Chiang
Kai-Shek menghancurkan partai komunis di kota-kota besar. Untuk itu Mao
mengembangkan satu pemikiran, bahwa revolusi cina harus mendasarkan diri
pada kelas petani. Atas dasar pertimbangan tersebut Mao membentuk suatu
tentara petani. Satu pertanyaan yang timbul sekarang adalah, bagaimana
revolusi yang diperjuangkan oleh tentara petani itu dapat dikatakan
komunis?
Memang lenin membedakan antara pelopor
proletar dan kelas proletar itu sendiri. Akan tetapi bagaimanapun juga
keduanya saling bersangkutan sangat erat. Ada orang-orang proletar yang
menjadi anggota partai komunis, dan partai komunis berpusat di
kota-kota besar sehingga pemimpin-pemimpin dapat berhubungan secara
kontinyu dengan kelas proletar.
Sebelumnya Mao hanya membawa gagasan
lenin sampai logical conclution saja. Kalau pelopr proletar memahami
kepentingan proletar dengan lebih jelas dari orang proletar itu sendiri,
apakah pelopor tersebut tersangkut-paut secara fisik dengan proletar
atau tidak, bukanlah persoalan yang penting. Pokoknya pelopor itu, tidak
lain adalah partai komunis yang dianggap mewakili kelas proletar. Jadi
walaupun tentara Mao terdiri dari petani dan bukan proletar, akan tetapi
ia mewakili proletar. Dengan demikian boleh dikatakan bahwa revolusi
cina dipimpin juga oleh kelas proletar.
Revolusi Mao adalah bertujuan menjangkau
“demokrasi rakyat”. Jika demokrasi rakyat sudah dapat dicapai, maka
sudah tidak perlu memasuki tahap kapitalisme. Jadi perkembangan
masyarakat harus melewati tahap feodalisme menuju demokrasi rakyat,
kemudian memasuki sosialisme, dan akhirnya terwujudlah komunisme.
Demokrasi rakyat diperjuangkan oleh suatu
aliansi yang terdiri dari kelas –kelas proletar, petani, borjuis kecil,
dan borjuis nasional (kaum kapitalis yang menentang atau tidak bekerja
sama dengan imperealis) aliansi tersebut dipimpin oleh kaum proletar.
Untuk ini Mao mengatakan bahwa revolusi ala cina cocok dengan kondisi
negara-negara baru.
Sejak tahun 1961, uni sovyet menganjurkan
sebuah jalan yang sedikit berbeda untuk negara-negara baru. Menurut Uni
sovyet negara-negara baru harus mencapai apa yang disebut “demokrasi
nasional”. Aliansi yang memperjuangkan demokrasi nasional terdiri dari
keempat kelas yang juga memasuki aliansi untuk demokrasi rakyat. Tetapi
aliansi demokrasi nasional tidak dipimpin oleh kelas proletar, yaitu
partai komunis. Partai komunis dianjurkan untuk bekerjasama dengan
pemimpin nasional lain dan berusaha menguasai golongan lain.
Dengan demikian, jelas bahwa teori
komunis tentang berkembangnya gerakan komunis di negara-negara baru agar
berbeda dengan teori aslinya yang dikemukakan Marx. Teori komunis sudah
disesuaikan dengan realita di negara-negara baru, yaitu bahwa sebagian
besar rakyat bukan kaum proletar tetapi petani. Tetapi kaum petani
tersebut tidak dapat memimpin suatu revolusi. Pemimpin-pemimpinnya yang
tergabung dalam partai komunis, sebenarnya berasal dari kelas
cendikiawan, dan bukan proletar. Jadi di negara-negara baru gerakan
komunis yang berhasil terdiri dari cendikiawan dan petani. Peranan
proletar boleh dikatakan tidak begitu menonjol.
Kelihatan teori tersebut terlalu
dibuat-buat. Oleh karena itu kita perlu melihat faktor-faktor lain yang
mempengaruhi berkembangnya gerakan komunis. Salah satu pendapat yang
sering diutarakan tentang berkembangnya gerakan komunis di negara-negara
baru adalah bahwa komunisme merupakan akibat kemiskinan. Kalau rakyat
hidup dalam kemiskinan dan kesengsaraan, maka hal ini merupakan keadaan
yang subur bagi komunisme. Secara logis pendapat ini masuk akal.
Semestinya yang paling miskin menjadi yang paling kurang puas sehingga
tidak mungkin mengikuti gerakan komunis yang ingin merombak masyarakat
secara keseluruhan.
Akan tetapi, dalam prakteknya tidak
selalu demikian. Misalnya, di india tidak semua daerah yang paling
terbelakang mendukung komunis. Justru di daerah-daerah yang paling
terbelakang, petani-petani berpikiran paling tradisional. Kalau kita
melihat negara-negara yang paling tradisional seperti saudi arabia,
meskipun rakyat miskin sekali tetapi tidak ada gerakan komunis.
Seringkali sikap narimo (menerima dengan pasrah) sangat kuat diantara
orang yang miskin sekali. Jadi bukanlah kemiskinan sendiri yang
menimbulkan gerakan komunis.
Ada sebuah teori tentang timbulnya
gerakan komunis yang berdasarkan pada proses detradisional. Komunisme
tidak dipandang sebagai reaksi terhadap kemiskinan melainkan sebagai
reaksi terhadap perubahan yang terlalu pesat dan kurang teratur. Dalam
masyarakat tradisional semua orang merasa sebagai bagian dari
masyarakat. Mereka mempunyai suatu kedudukan yang tidak dapat dirubah
sehingga merasa aman. Secara ekonomis orang menderita, tetapi
penderitaannya diterima sebagai nasib. Tetapi sesudah masyarakat
dipengaruhi modernisasi, masyarakat tradisional seringkali dikacaukan
melalui meluasnya komunikasi, penjajahan, pendidikan modern, industri
modern, dan lain-lain. Setelah dipengaruhi oleh modernisasi mereka dapat
melihat cara-cara kehidupan lain yang merupakan alternatif yang
kelihatan bagus. Orang-orang menjadi kurang puas dan frustasi.
Ketidakpuasan dan frustasi ini dapat dilihat dari dua sisi. Pertama,
orang-orang berfrustasi secara materiil. Mereka ingin menjadi kaya
seperti orang lain. Kedua, mereka frustasi dengan nilai-nilai baru. Pada
zaman yang kacau, orang perlu ideologi yang dapat menerangkan tentang
dunia modern yang kelihatan kacau. Sering kepercayaan agama tidak cukup
meyakinkan, sehingga orang tidak saja memberi jalan untuk menjadi kaya
tetapi juga sebagai pegangan yang dapat meredakan ketakutan akan
kekacauan di dunia modern.
3. Fasisme
Istilah fasisme dikembangkan dari istilah
latin “fasces” yang merupakan simbol kekuasaan pada jaman romawi kuno.
Di italia dikenal pula istilah “fascio” dengan arti dan konotasi yang
sama. Fasisme sebagai gerakan politik muncul di italia setelah perang
dunia I dan sempat menguasai negara itu dari tahun 1922 sampai dengan
tahun 1943. Tetapi sebelum itu, telah dikenal istilah “fasci” yang
sering diartikan sebagai kelompok politik yang memperjuangkan
tujuan-tujuan tertentu. Fasisme sebagai gerakan politik lebih eksklusif
sifatnya setelah dikaitkan dengan gerakan-gerakan yang diorganisir oleh
benito mussolini pada tahun 1919.
Dalam banyak hal, fasisme yang
dikembangkan Mussolini dan Nazisme oleh Hitler sangat dipengaruhi oleh
pemikiran Fichte dan Hegel. Dalam hubungan ini bisa dikatakan bahwa
fasisme tidak lain merupakan perkembangan radikal dari teori negara
Hegel. Dalam suatu kesempatan, Hegel pernah mengemukakan bahwa
pengorbanan yang diberikan individu kepada negaranya merupakan ikatan
substansial antara negara dengan seluruh anggotanya. Dengan demikian,
pengorbanan tersebut dapat dipandang sebagai manifestasi dari tugas
individu kepada bangsa dan negaranya. Fasisme juga cenderung menganut
moralisme ideal yang selalu didengungkan Hegel dan diperjuangkan pula
oleh kant, Fichte, Green, Calyle, ataupun Mazzini. Sesuai dengan ajaran
tersebut orang seyogyanya lebih menuntut kebajikan daripada memenuhi
kesenangan pribadi. Ia harus lebih mementingkan tugas dan kewajibannya
daripada menuntut hak semata-mata, dan pengorbanan diri atas nama
masyarakat tidak harus dilaksanakan atas dasar kepentingan diri sendiri
(selfinterest).
Bertitik tolak dari pemikiran-pemikiran
itulah, fasisme dan nazisme memandang liberalisme sebagai satu ajaran
dan gerakan yang lebih berorientasi kepada pemuasan kebutuhan materiel
dengan mengabaikan soal-soal moral dan spiritual. Sebaliknya, fasisme
menganggap ideologi mereka lebih mendasarkan diri pada nilai-nilai
spiritual dan loyalitas daripada sekedar pemenuhan kebutuhan
perseorangan. Selain itu fasisme bukanlah ideologi yang bersifat
dogmatis dan kaku, akan tetapi merupakan ideologi yang luwes dimana
ajaran-ajarannya diterima sebagai suatu kenyataan darurat sesuai dengan
suasana yang ada dalam masyarakat dan negara yang ada. Hakikat fasisme
adalah kepercayaan dan instink, dan bukannya akal atau ajaran.
Fasisme menolak dengan tegas gerakan
Pasifisme, akan tetapi lebih menyukai bentuk-bentuk kekerasan. Mereka
juga menolak demokrasi dan liberalisme dengan segala macam pranata
pendukungnya. Sebaliknya fasisme cenderung mendekati nasionalisme dan
imperealime, serta lebih tertarik kepada tradisi-tradisi jaman romawi.
Negara dalam pandangan fasis dianggap
terlepas dan ada diatas setia perintah moral. Negara berdiri diatas
semua individu dan mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding individu.
Kebebasan individu dibatasi untuk memberikan perhatian sepenuhnya
terhadap negara. Negara adalah diatas segala-galanya. Negara mempunyai
peranan sangat penting dalam membentuk individu-individu yang tercakup
didalamnya. Untuk itu negara harus melakukan pengawasan mutlak kepada
setiap aspek kehidupan individu, yang meliputi pendidikan, kehidupan
ekonomi, dan memaksakan tercapainya keselarasan antara kerja dan modal.
Dari segi inilah nampak bahwa fasisme menolah sosialisme-Maxist maupun
kapitalisme. Dibawah fasisme hak milik perseorangan dipertahankan
sepanjang pemakainya diletakkan dibawah kekuasaan negara.
Perang dunia I, dalam mana italia baru
terlibat pada tahun 1915, ternyata banyak memerlukan waktu dan biaya
yang lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya. Kendati demikian,
italia sendiri boleh dikatakan tidak memperoleh keuntungan sebagaimana
yang diharapkan, malahan membawa berbagai ekses dalam kehidupan
masyarakat dan negaranya. Perang yang berkepanjaangan dan menghabiskan
biaya besar tersebut, banyak menimbulkan keresahan dalam berbagai
kalangan.
Sejalan dengan itu banyak pemikiran dan
gagasan dilontarkan orang, dan tidak sedikit pula usaha-usaha yang
dilakukan untuk mencoba mengatasi keadaan tersebut. Namun demikian,
usaha tersebut tidaklah semudah yang diperkirakan orang. Banyak
tantangan berat yang harus dihadapi, terlebih lagi dengan melihat
struktur ekonomi negara yang sudah sedemikian parah, serta
tersendat-sendatnya pelaksanaan sistem demokrasi. Tantangan-tantangan
tersebut lebih diperberat lagi dengan belum berhasilnya parlemen
melaksanakan tugas-tugasnya dengan memuaskan.
Konsekuensi logis dari krisis semacam
itu, adalah timbulnya berbagai organisasi ataupun gerakan politik yang
bersifat ilegal. Dan muncul kekhawatiran baru di kalangan menengah ke
atas akan kemungkinan masuknya komunisme yang biasanya lebih berhasil
dalam situasi semacam itu. Saat-saat seperti itu, banyak perhatian mulai
diarahkan kepada diri Benito Mussolini, yang pada masa-masa sekitr itu
boleh dianggap sebagai salah seorang tokoh terkemuka dalam gerakan
sosialis italia sampai dengan tahun 1914 yang membawa negara tersebut
masuk dalam kancah perang dunia I.
Dalam bulan maret 1919, Mussolini
mengorganisir gerakan yang disebut “Fasci di Comattimento”. Pada
masa-masa awal pendiriannya, organisasi tersebut hanya memperoleh
sedikit kemajuan. Bahkan dalam pemilihan bulan november 1919, misalnya,
Mussolini secara tragis mengalami kekalahan di milan yang sebenarnya
dianggap sebagai basisnya. Akan tetapi bermula pada kegagalan tersebut,
masa-masa berikutnya diisi dengan segala keberhasilan. Pada bulan
oktober 1922 Mussolini dengan Fasci-nya benar-benar bisa menguasai
jaringan politik di italia.
Dengan hanya bersandar pada berbagai
pernyataan Mussolini, sulit bagi kita untuk memperoleh gambaran apa
sebenarnya yang dikendaki oleh fasisme di masa-masa yang akan datang.
Akan tetapi secara umum dapat ditarik satu pengertian bahwa dalam jangka
pendek fasisme ingin segera memulihkan kondisi yang ada pada saat itu.
Asisme bukan sekedar sistem pemikiran yang terintegrasi, akan tetapi
secara gradualmenjelma sebagai respon terhadap situasi dan kondisi yang
sudah berlangsung. Hal yang demikian ini sangat wajar apabila kita tilik
dari kelahiran fasisme itu sendiri.
Lebih jauh dikemukakan, bahwa konflik
antar kelas sosial dalam satu negara sebenarnya hanya membuang-buang
tenaga dan memperlemah energi nasional yang justru sangat diperlukan
dalam perjuangan menghadapi negara lain. Dalam pandangan fasisme, bangsa
adalah realitas politik yang hidup, dalam mana setiap individu
mengembangkan dirinya sendiri. Usaha-usaha perdamaian antar bangsa yang
dilansir di masa-masa lalu oleh Liga Bangsa Bangsa hanya dipandang
sebelah mata dan bahkan dianggap sebagai impian kaum utopis yang
berlebihan.
Cara pandang seperti itu mau tidak mau
memberikan justifikasi terhadap upaya pengembangan konsep kekuatan,
kekerasan dan bahkan brutalitas. Dan memang konsep-konsep inilah yang
nampaknya cukup dominan dalam ajaran fasis. Cara pandang semacam itu
juga mempunyai konsekuensi dalam hal penyikapan terhadap eksistensi
negara yang ternyata lebih mengarahkan kepada pengembangan totalitarian
anti demokrasi. Negara dipandang sebagai perwujudan tertinggi dari
bangsa. Untuk itu kepentingan semua individu harus disubordinasikan demi
kekuatan dan kemulian negara. Negara mempunyai hak untuk mengadakan
pengawasan dan mengatur semua aktivitas anggota-anggotanya. Hal yang
terakhir berbuntut pada upaya pemberangusan segala bentuk oposisi dan
dilegalisirnya negara satu partai. Struktur partai bertumpu pada alur
hierarkis, dimana otoritas langsung mengalir sari atas. Secara demikian
cara-cara diktatur adalah satu hal yang tidak bisa dihindarkan dan boleh
dikatakan sebagai konsekuensi logis dari struktur partai semacam itu.
Fasisme juga menggunakan konsep “corporate state”, dimana setiap
kelompok fungsional dalam masyarakat hanya boleh diwakili oleh satu
organisasi yang nota bene harus direstui oleh pemerintah. Dengan
demikian pemerintah lebih mudah mengendalikan segala bentuk gerakan
rakyat.
4. Ideologi Pancasila
Pancasila sebagai dasar negara dan
pandangan hidup sekaligus juga sebagai ideologi negara. Sebagai ideologi
negara berarti bahwa pancasila merupakan gagasan dasar yang berkenaan
dengan kehidupan negara. Sebagaimana setiap ideologi memiliki konsep
mengenai wujud masyarakat yang di cita-citakan, begitu juga dengan
ideologi pancasila. Masyarakat yang di cita-citakan dalam ideologi
pancasila ialah masyarakat yang dijiwai dan mencerminkan nilai-nilai
dasar yang terkandung dalam pancasila, yaitu masyarakat yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan serta bertoleransi, menjunjung tiggi nilai-nilai
kemanusiaan, masyarakat yang bersatu dalam suasana perbedaan,
berkedaulatan rakyat dengan mengutamakan musyawarah, serta masyarakat
yang berkeadilan sosial. Hal itu berarti bahwa pancasila bukan hanya
sesuatu yang bersifat setatis melandasi berdirinya negara Indonesia,
akan tetapi pancasila juga membawakan gambaran mengenai wujud masyarakat
terteentu yang diinginkan serta prinsip-prinsip dasar yang harus
diperjuangkan untuk mewujudkanya.
Pancasila sebagai ideologi negara
membawakan nilai-nilai tertentuyang digali dari realitas sodio budaya
bangsa Indonesia. Oleh karena itu maka ideologi pancasila membawakan
kekhasan tertentu yang membedakannya dengan ideologi lain. Kekhasan itu
adalah keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa, yang membawa konsekuensi
keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian juga
penghargaan akan harkat dan martabat kemanusiaan, yang diwujudkan dengan
penghargaan terhadap hak azasi manusia dengan memperhatikan prinsip
keseimbangan antara hak dan kewajiban. Kekhususan yang lain adalah bahwa
ideologi pancasila menjunjung tinggi persatuan bangsa itu diatas
kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan. Berikutnya dalah kehidupan
bermasyarakat dan bernegara yang didasarkan pada prinsip demokrasi
dengan penentuan keputusan bersama yang diupayakan sejauh mungkin
melalui musyawarah untuk mencapai kata mufakat. Satu hal lagi yaitu
keinginan untuk mewujudkan keadilan dalam kehidupan bersama seluruh
masyarakat Indonesia.
Kalau setiap ideologi mendasarkan diri
pada sistem filsafat tertentu yang berisi pandangan mengenai apa dan
siapa manusia, kebebasan pribadi serta keselarasan hidup bermasyarakat;
ideologi pancasila mendasarkan diri pada sistem pemikiran filsafat
pancasila, yang didalamnya juga mengandung pemikiran mendasar mengenai
hal tersebut.
E. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila sebagai ideologi bangsa
Indonesia mengandung nilai-nilai dan gagasan-gagasan dasar yang dapat
dilihat dalam sikap, perilaku, dan kepribadian bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi bersifat khas sebagai refleksi perilaku
bangsa Indonesia dan tercermin dalam setiap segi kehidupannya.
Nilai-nilai dasar tersebut bersifat dinamis. Artinya, upaya pengembangan
sesuai dengan perubahan dan tuntutan masyarakat bukan sesuatu yang tabu
sehingga nilai-nilai dasar itu tidak menjadi beku, kaku, dan melahirkan
sikap fanatik yang tidak logis. Atas dasar pemikiran tersebut, bangsa
indonesia telah menetapkan pancasila sebagai ideologi terbuka.
Menurut alfian, suatu ideologi yang baik
harus mengandung tiga dimensi agar supaya dapat memelihara relevansinya
yang tinggi terhadap perkembangan aspirasi masyarakat dan tuntutan
perubahan zaman. Kehadiran tiga dimensi yang saling berkaitan, saling
mengisi, dan saling memperkuat itu menjadikan suatu ideologi yang kenyal
dan tahan uji dari masa ke masa. Ketiga dimensi yang harus dimiliki
oleh setiap ideologi yang terbuka adalah: (1) dimensi realitas, (2)
dimensi idealitas, dan (3) dimensi fleksibilitas/pengembangan (Oetojo
Oesman dan Alfian, 1993: 192).
Dimensi-dimensi diatas dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1. Dimensi realitas
Ideologi merupakan nilai-nilai dasar yang
bersumber dari nilai-nilai yang hidup didalam masyarakatnya, terutama
pada waktu ideologi itu lahir. Dengan demikian, masyarakat pendukung
ideologi tersebut dapat merasakan dan menghayati bahwa nilai-nilai dasar
itu merupakan milik mereka bersama. Dengan kata lain, nilai-nilai dasar
yang terkristalisasi sebagai ideologi benar-benar tertanam dan berakar
dalam kehidupan masyarakatnya.
2. Dimensi idealitas
Ideologi harus mengandung cita-cita yang
ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
da bernegara. Dengan demikian, bangsa yang memiliki ideologi adalah
bangsa yang telah mengetahui kearah mana mereka akan membangun bangsa
dan negaranya.
3. Dimensi fleksibilitas
Ideologi harus memberikan ruang yang
memungkinkan berkembangnya pemikiran-pemikiran baru tentang ideologi
tersebut, tanpa menghilangkan hakikat yang terkandung di dalamnya.
Dimensi flesibilitas atau dimensi pengembangan hanya mungkin dimiliki
secara wajar dan sehat oleh suatu ideologi yang terbuka atau ideologi
yang demokratis.
Ideologi terbuka adalah ideologi yang
dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman, dan adanya dinamika
internal. Dinamika internal tersebut memberi peluang kepada penganutnya
untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran baru yang relevan dan sesuai
dengan perkembangan dari masa ke masa. Dengan demikian, ideologi
tersebut tetap aktual, selalu berkembang dan dapat menyesuaikan diri
dengan perkembangan masyarakat.
Penegasan pancasila sebagai ideologi
terbuka, bukan saja merupakan penegasan kembali pola pikir yang dinamis
dari para pendiri negara kita pada tahun 1945, tetapi juga merupakan
suatu kebutuhan konseptual dalam dunia modern yang berubah dengan cepat.
Penegasan pancasila sebagai ideologi terbuka membawa implikasi: (1)
bangsa indonesia harus mempertajam kesadaran akan nilai-nilai dasarnya
yang bersifat abadi, dan (2) bangsa indonesia harus menyadari adanya
kebutuhan untuk mengembangkan nilai-nilai dasar secara kreatif dan
dinamis untuk menjawab kebutuhan dan tantangan zaman.
Perlu ditegaskan secara lugas, bahwa
pengertian “terbuka” memang dapat diartikan bermacam-macam. Oleh karena
itu perlu kesepakatan mengenai pengertian “terbuka”. Dikatakan sebagai
ideologi terbuka, jika ideologi tersebut memungkinkan terjadinya
interaksi antara nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dengan
lingkungan sekitar. Artinya, nilai-nilai dasarnya tetap dipertahankan
dan bangsa memiliki kesempatan untuk mengembangkan nilai
instrumentalnya.
Nilai-nilai yang terkandung dalam
pembukaan UUD 1945 yang meliputi pandangan tentang kemerdekaan,
cita-cita nasional, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dasar negara, sumber
kedaulatan rakyat dan tujuan nasional telah ditempatkan sebagai nilai
dasar yang tidak akan dipertanyakan lagi. Nilai-nilai dasar yang hidup
dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara tidak ingin dan tidak
boleh diubah lagi. Konsepsi ini sesuai dengan pendapat para ahli hukum,
merubah nilai dasar berarti membubarkan NKRI.
Nilai-nilai dasar biasanya masih bersifat
umum dan belum operasional. Oleh karena itu perlu dirumuskan aturan
pelaksanaan sebagai penjabaran dari pancasila dan UUD 1945. Nilai-nilai
penjabaran inilah yang biasanya disebut sebagai nilai instrumental.
Penjabaran nilai-nilai dasar ini dapat dilakukan secara kreatif dan
dinamis dalam bentuk-bentuk baru dalam mewujudkan semangat yang sama,
dalam batasan-batasan yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu.
Nilai-nilai instrumental bukan saja boleh
dirubah, bahkan perlu ditinjau secara berkala agar tetap aktual dan
sesuai dengan dinamika masyarakat indonesia. Misalnya GBHN yang
ditetapkan oleh MPR, sekali dalam lima tahun perlu ditinjau kembali
untuk disesuaikan dengan dinamika masyarakat. Dalam penjelasan pasal 3
UUD1945 dinyatakan bahwa: “… mengingat dinamika masyarakat, sekali
dalam lima tahun, majelis memperhatikan segala yang terjadi dan segala
aliran-aliran pada waktu itu dan menentukan haluan-haluan apa yang
hendak dipakai di kemudian hari.
Pengertian terbuka adalah terbuka untuk
berinteraksi dengan lingkungan sekitar pada tatanan nilai instrumental.
Tentu saja perlu digariskan batas-batas keterbukaan tersebut.
Sekurang-kurangnya ada dua pembatasan keterbukaan.
1. Kepentingan stabilitas nasional
Walaupun pada dasarnya semua gagasan
untuk menjabarkan nilai dasar dapat diajukan, namun jika sejak awal
sudah dapat diperkirakan gagasan itu akan menimbulkan keresahan yang
meluas, selayaknya dicarikan momentum, bentuk, serta metode yang tepat
untuk menyampaikannya.
2. Larangan terhadap ideologi Marxisme-Leninisme/Komunisme
Walaupun secara faktual bangsa indonesia
dapat melihat proses kebangkrutan ideologi Marxisme-Leninisme/
Komunisme, namun Marxisme-Leninisme/ Komunisme tidak dapat diabaikan
begitu saja (Suprapto, 1992: 48). Keterbukaan ideologi pancasila pada
tatanan nilai instrumental dan nilai praksisnya bukan berarti bangsa
indonesia membuka diri bagi faham komunisme. Sebaliknya, bangsa
indonesia tetap waspada terhadap kerawanan-kerawanan yang mungkin
ditimbulkan oleh faham tersebut. Marxisme-Leninisme/ Komunisme memiliki
wawasan yang negatif terhadap konflik karena tidak mengenal perdamaian.
Dalam pandangannya konflik hanya dapat diakhiri, manakala salah satu
pihak yang bertentangan mengalami kehancuran. Prinsip menghalalkan
segala cara untuk mencapai cita-citanya dipandang sebagai konsep yang
bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.
New Jersey's best casinos - Dr. MD
BalasHapusNew 사천 출장마사지 Jersey's best casinos · 과천 출장샵 Tropicana Atlantic City · 서울특별 출장마사지 Caesars 양주 출장마사지 Palace · Tropicana Atlantic City · Flamingo Las Vegas · Caesars Palace 경기도 출장마사지 · Tropicana Atlantic City