1.
Aliran Tantrayana, Mantrayana dan Vajrayana
Secara umum ajaran Buddha terbagi
dalam tiga aliran:
a.
Theravada/hinayana
pencapaian tertinggi seorang Arahat.
b.
Mahayana
pencapaian tertingginya menjadi seorang Bodhisatva.
c.
Tantrayana/vajrayana
pencapaian tertingginya adalah menjadi seorang Buddha.
Vajrayana alias Tantrayana alias Mantrayana adalah sebuah
sub sekte daripada Mahayana. Boleh dibilang, Tantrayana adalah aspek esoterik
dari Buddhism, khususnya Mahayana. Yang mana seharusnya merupakan tahap
akhir dalam perjalanan spiritual seorang Buddhist setelah sebelumnya menapaki
Staviravada (Theravada), lalu kepada Mahayana
tradisi Sutra, lalu berlanjut
kepada Mahayana tradisi Tantra (Vajrayana).
Peristiwa terpenting yang terjadi di
India pada periode ketiga (500-1000 M) adalah munculnya Tantra. Tantra
adalah pencapaian pemikiran kreatif Buddha di India yang ketiga, tertinggi, dan
terakhir. Perkembangan Tantra mengalami tiga tahap. Tahap pertama disebut Mantrayana,
dimulai pada abad ke-4 dan mencapai kemajuan setelah tahun 500 M. Tahap ini
memperkaya Buddha, melalui tradisi yang bersifat gaib, serta memanfaatkannya
sebagai alat atau perlengkapan yang mempermudah mencapai tujuan Pencerahan.
Dengan cara ini banyak mantra, mudra, mandala, dan makhluk-makhluk luhur baru
diperkenalkan ke dalam agama Buddha walau belum secara sistematis. Setelah
tahun 750, terjadi perkembanagn yang sistematis yang disebut Vajrayana,
yang mengkoordinasikan ajaran-ajaran terdahulu dalam suatu kumpulan yang berisi
Lima Tathagata. Dengan berlalunya waktu, kecenderungan-kecenderungan dan
perkembangan sistem berikutnya memperbaharui penampilan mereka. Hal yang patut
diperhatikan di antaranya adalah Sahajayana menekankan pula
praktik-praktik meditasi dan pengembangan intuisi yang diajarkan melalui
teka-teki, paradoks-paradoks, dan patung-patung, serta menghindari kemungkinan
berubah menjadi sistem filasafat yang statis dengan mempertahankan
ajaran-ajaran atau prinsip-prinsip yang tidak tegas. Menjelang akhir periode
ini, pada abad kesepuluh, ada Kalacakra, “Roda Waktu” yang ditandai
dengan luasnya sinkretisme berbagai aliran, dan penekanan pada astrologi.[1]
Gerakan baru ini timbul di Selatan dan
Barat Laut India. Pengaruh-pengaruh non-India, yaitu dari Cina, Asia Tengah,
dan daerah-daerah perbatasab di seitar India, memegang peranan penting dalam
pembentukan gerakan ini. Juga banyak menyerap gagasan dari suku bangsa asli
dari India sendiri. Tantra berusaha memberikan peranan terhormat kepada semua
roh, bidadari, peri, makhluk halus, raksasa, dan hantu-hantu yang telah
menghantui imajinasi penduduk, juga kepada perbuatan-perbuatan gaib yang tidak
asing bagi penduduk pertanian maupun penduduk nomaden. Langkah lanjut untuk
mempopulerkan agama ini, dimaksudkan untuk memberikan dasar yang lebih kuat di
dalam masyarakat. Tetapi sepanjang menyangkut kepentingan kaum elit, ada
perbedaan penting dimana non-Buddhis menggunakan ilmu gaib dalam rangka untuk
memperoleh kekuasaan, sedangkan umat Buddha menggunakannya untuk membebaskan
diri mereka sendiri dari kekuatan-kekuatan asing untuk menemukan jati diri.
A.
Aliran Tantrayana
Tantrayana adalah satu mazhab dalam
agama Buddha yang sangat istimewa karena memiliki cirri-ciri khas yang unik.
Mazhab ini berkembang pesat diantaranya negara India, China, Tibet, Jepang,
Korea dan Asia Tenggara serta benua Eropa, Australia hingga benua Amerika.
Mazhab ini merupakan perpaduan puja bhakti dengan praktek meditasi yogacara
serta metafisika Madhyamika. Maka dari itu mazhab Tantrayana bukan hanya
membicarakan teori, akan tetapi praktek dalam pelaksanaannya. Di dalam
perkembangannya, mazhab ini kadangkala dinamakan Tantra-Vajrayana atau Tantra-Mahayana.
Menurut Dr. Pdt. HS. Rusli MA.,
PhD., pengertian istilah tantra ini pada mulanya berhubungan dengan kata dalam
bahasa sanskerta Prabandha yang berarti "hubungan kelestarian yang tiada
putus-putusnya". Pada mulanya tanggapan orang memandang tantra banyak
menimbulkan pikiran yang salah. Sebenarnya perkataan tantra diperkenalkan pada
publik di dunia Barat pada tahun 1799, yakni pada saat literatur-literatur
mengenai mazhab Tantrayana ini diketemukan oleh misionaris Eropa di India.
Menurut dr. W. Kumara D. yang
dikutip dari literatur-literatur
mazhab Tantrayana, kata tantra itu sendiri dapat juga berarti Sadhana (sarana
mengerjakan). Mazhab Tantrayana memiliki akar-akar pandanga yang sama dengan
Mahayana khususnya Yogacara. Namun demikian, Tantrayana memiliki perbedaan
dengan Mahayana dalam hal tujuan,wujud manusia yang telah mencapai tujuan
tantrayana dan cara pengajarannya.
Para misionaris Barat sangat kagum
setelah mempelajari mazhab tantrayana, karena terdapat konsepsi maupun ide-ide
religi serta filsafat yang sangat kenal, berlainan dengan konsepsi maupun ide
yang mereka kenal sebelumnya.
Tantra Timur
adalah tantra yang berkembang di daratan China dikenal sejak abad IV
Masehi,setelah Srimitra yang berasal dari Kucha (sekarang Xinqiang-China) berhasil
menerjemahkan sebuah kitab Tantrayana yang berisi mantra-mantra, pengobatan,
doa pemberkahan dan ilmu gaib lainnya. Hal tersebut sesungguhnya belum mencerminkan nilai-nilai
agung dari aliran Tantrayana itu sendiri, kata Mr. Chauming. Tantra Timur bercorak
perfeksionis dimana semua rupang Buddha maupun Bodhisattva serta vajrasatva
baik yang bersifat maskulin dan feminim, lebih menunjukkan kesempurnaan,
keagungan yang sesuai dengan sopan santun yang ada pada masyarakat China.
Tantra Timur berkembang di China
pada abad VII, ketika dikunjungi oleh tiga orang Maha Acharya Tantrayana dari
India, yakni:
1.
Subhakarsinha
(637-735M), beliau tiba di Ch'an An setelah belajar di Nalanda (India) pada
tahun 716 M. Kemudian bersama-sama dengan I Ching menerjemahkan Sutra Tantra
yang terkenal, yakni Maha Vairocana Sutra pada tahun 725 M.
2.
Vajra Bodhi
(663-725M), beliau juga pernah belajar di Nalanda (India) dan kemudian
menerjemahkan Vajrasakhara pada tahun 720 M.
3.
Amoghavajra
(705-784 M), beliau adalah siswa dari Vajrabodhi yang tiba di Ch'an pada tahun
756 M.
Selanjutnya,perkembangan mazhab Tantrayana di China sangat
pesat selama lebih kurang tiga abad, antara abad V hingga abad VIII Masehi.
Selama tiga abad tersebut, berkembang delapan aliran besar di China, yakni:
1.
Lu-Tsung (Vinayavada), didirikan
oleh Tao-hsuan (595-667 Masehi).
2.
San Lun Tsung (Madhyamika),
didirikan oleh Chi-Tsang (549-623 M).
3.
Wei Shih Tsung (Yogacara) didirikan
oleh Huan Tsang (596-664 M).
4.
Mi-Tsung (Tantrayana), didirikan
oleh Amoghavajra (705-784 M).
5.
Hua Ten Tsung (Avatamsaka),
didirikan oleh Tu Hsun (557-640 M).
6.
Tien Tai Tsung, didirikan oleh Chih
K'ai (538-597 Masehi).
7.
Chin Thu Tsung (Amida/Pure Land). Didirikan
oleh Shan Tao (613-681 Masehi).
8.
Ch'an (Zen), didirikan oleh
Bodhidharma sekitar tahun 500.
Kalau Tantra Barat adalah tantra yang berkembang di Tibet
dan sekitar pegunungan Himalaya batas antara China dan India, yang sebenarnya
hanya dalam letak geografis saja. Daerah ini memiliki tradisi dan sejenis
kepercayaan yang disebut Bon-Pa. Dan orang-orang Tibet umumnya memiliki
kemampuan untuk menguasai roh-roh halus. Di samping symbol dari jenis rupang
Buddha sedikit ada perbedaan. Bila dilihat Tantra Barat lebih bercorak
naturalis terlihat jelas pada anggota tubuhnya, yakni bersifat feminisme (dalam
bentuk wanita). Terdapat pula rupang angkara murka, seperti Angry Vajra
(Vajravarahi dalam wajah murka).
Pandangan Dr. Pdt. Rusli PhD, para misionaris Buddhis pada
awal kedatangannya di Tibet, banyak menghadapi kendala dan kurang mendapat
sambutan dari penduduk Tibet. Bahkan kehadiran misionaris di Tibet merupakan
ancaman bagi dukun-dukkun Bon Pa, oleh karena itu para misionaris Buddhis
mengalami kendala dan tak jarang banyak korban kena ilmu magis` terjadi pada
misionaris.
Pada tahun 747 masehi, Maha Guru Padma Sambhava menjalankan
misi ke Tibet. Beliau pada masa mudanya adalah seorang pangeran dan sangat
menyenangi hal-hal yang bersifat magis. Beliau memiliki kemampuan supranatural
yang dipadukan dengan ajaran-ajaran Hyang Buddha. Berkat kemampuan beliaulah,
dukun-dukun Tibet dapat ditundukkan dan memperoleh simpati dari bangsa Tibet.
Tantrayana di Tibet berkembang hingga menjadi tiga periode.
Yakni periode pertengahan dan pembaharuan serta periode permulaan gelar Dalai
Lama (dari abad XVII hingga sekarang ini).
Mazhab Tantrayana,baik Tantra Barat maupun Tantra Timur
disebut esoterik (rahasia/tersembunyi), karena dalam penyebarannya tidaklah
bersifat terbuka. Tantra diajarkan oleh seorang guru pada siswanya setelah
melalui upacara-upacara ritual dan berbagai bentuk ujian.[2]
Ø Kitab Suci Mazhab Tantrayana di Tibet
Mazhab Tantrayana di Tibet memiliki
naskah terjemahan kitab suci yang kebanyakan berasal dari India dan terdiri
lebih dari 4.566 naskah. Kumpulan naskah dalam bahasa Tibet tersebut
digolongkan dalamdua bagian, masing-masing :
Bkahgyur(dibaca
Kanjur) yang sebahagian besar adalah terjemahan dari bahasa Sanskerta dan
sebahagian kecil terjemahan dari bahasa mandarin, terdiri dari 3.458 naskah
serta dihimpun dalam tiga bagian, yakni :
1.
Dulva (Vinaya), terdiri dari 13
bagian, merupakan peraturan-peraturan,disiplin, tata tertib untuk anggota
Sangha.
2.
Do (Sutra), terdiri dari 66 bagian
yang mencatat ajaran Hyang Buddha, seperti halnya dalamsutra-sutra canon pali
dan sutta-sutta kanon sanskerta dan selalu diawali dengan "Demikianlah
yang saya dengar".
3.
Chon non pa (Abhidhamma), terdiri
dari 21 bagian yang merupakan pelajaran filsafat dan pembahasan dari ajaran
Hyang/Sang Buddha.
Bstanghyur
(dibaca Tanjur), merupakan pembahasan atau komentar (tafsir) yang dihimpun
dalam dua kitab :
1.
Tantra (Rgyud), terdiri dari 22
bagian yang berisi doa-doa,dharani-dharani, mudra, mandala dan lain-lainnya.
Tantra terpisah dari Mahayana dalam hal
pendefinisian tujuan dan tipe manusia ideal dan juga dalam cara pengejaran.
Tujuannya masih sama, yaitu Kebuddhaan, walaupun tidak lagi terjadi di masa
depan, berkalpa-kelpa kemudia, tetapi saat ini, “dengan tubuh ini”, “dalam satu
piiran” yang diperoleh secara ajaib dengan cara-cara yang baru, cepat, dan
mudah. Orang suci yang ideal sekarang adalah Siddha atau ahli mukjizat,
walaupun agak mirip dengan Bodhisattwa yang telah melewati tahap kedelapan
dengan kekuatan-kekuatannya yang ajaib dan berkembang sempurna.
Tantra itu mewakili di antara
sekte-sekte Mahayana, panca indera mengenai semangat, secara tradisi ditegaskan
sebagai terdiri dari perawatan dan hasil dari yang bermanfaat, dan menghapuskan
serta gangguan dari yang tidak bermanfaat, keadaan mengenai pikiran. Dengan
keadaan bermanfaat dari Jhana, atau Dhyana, pikiran yang terutama dimaksudkan.
Maka dari itu kepentingan yang didominasi Tantra bukanlah teori tetapi praktek.
Tantra, walaupun secara jelas
menggabungkan doktrin dari sekte-sekte yang lebih dahulu, berbeda secara
radikal dari mereka semuanya di dalam mengenai bukan dengan perluasan teori
yang lebih lanjut dari doktrin-doktrin ini, tapi dengan penerapan metode menuju
pada realisasi realitas dari mana mereka adanya namun simbol konseptual. Jadi
Tantra memiliki sebegitu banyak pada bidang menguasai doktrin sebagaimana pada
bidang menguasai metode. Tradisi-tradisi Buddhist yang ada diterima sebagaimana
adanya, asalkan bukan sebagai suatu titik awal untuk tindakan. Lebih daripada
setiap sekte lainnya, Tantra mewakili segi latihan mengenai Buddhism, dan
karena alasan ini, jadi Dr. Herbest V. Guenter sangat menekankan,[4]
‘Itulah di dalam Tantra bahwa Buddhism
menemukan kemekaran dan peremajaan lagi yang konstan’.
Tetapi walaupun Tantra berarti
tindakan, dan karenanya untuk kekuatan di dalam semua modenya, itu tidak
berarti tindakan secara umum, yang akan lebih baik dimiliki hanya aktivitas,
tapi terutama untuk ritual atau perbuatan sakral. Di dalam prinsip ringan yang
fundamental ini, dasar ‘kebenaran bagi eksistensi’ lebih dari penekanan Tantra
dengan ciri-cirinya secara jelas diperlihatkan.
Pentingnya aspek dan tradisi yang
permulaan di mana memberikan dasar teori yang paling dekat mengenai
kesakramenan Tantra; dikarenakan, sebagaiman Conze mengamati secara dekat;
‘jikalau Tantra mengharapkan
keselamatan dari perbuatan suci, itu haruslah mempunyai suatu konsepsi mengenai
Alam Semesta yang menurut perbuatan seperti itu dapatlah pada pengangkatan
pembebasan’.
Jikalau realitas transendental
menunjukkan Aksobhya, misalnya, sungguh-sungguh ada, itu haruslah memungkinkan
untuk menempatkan Dia pada suatu tempat yang penting di dalam setiap bentuk
mengenai kehidupan fenomena dan aktivitas. Bukanlah itu, walaupun dikatakan
Bulan itu dipantulkan sebuah kolam air, tidak dipantulkan dalam keseluruhan
kolam itu, tapi hanya dalam satu bagian penting darinya. Untuk mengetahui bahwa
Akshobhya dipantulkan dalam dunia fenomena tidaklah cukup. Dunia itu terdiri
dari lima skandha. Salah satu dari mereka itu haruslah pentulan aksobhya.
Karena pengertian harfiah dari Aksobhya adalah ‘Yang Tenang Sekali’. Tantra
mengenali Aksobhya dengar Vijnanaskandha atau kumpulan dari kesadaran. Pada
prinsip ini Tantra membangun sistem dalam Buddha, Bodhisattva dan Dewa yang
tidak terhitung semua mewakili baik aspek yang berbeda mengenai Realitas atau
tingkatan yang berbeda mengenai Jalan Transendental, dihubungkan tidak hanya
dengan suatu kumpulan (skandha) dari milik mereka, tapi juga dengan suatu
kumpulan yang penting ‘mantra, mudra, unsur (elemen), arah, hewan, warna,
indera-perasaan, bagian dari tubuh dan sebagainya.[5]
Tantra adalah lebih sulit untuk
memberikan suatu penjelasan daripada sekte lainnya dalam Buddhisme. Alasannya
ialah kedua-duanya mengenai ajaran bagi internal dan eksternal. Untuk memulai
dengan Tantra ialah bukan dengan penyamarataan teori tapi dengan latihan yang
teratur dan mendalam, karena mengenai suatu tingkat yang lebih tinggi bukanlah
eksoterik melainkan esoterik, yang selama berabad-abad dijaga secara
bersama-sama dengan cara tradisi lisan dan dengan hati-hati melindungi dari
keinginan-keinginan yang kotor.[6]
Pada jaman sekarang, Tantrayana lebih dikenal berasal dari
Tibet.
Sehingga orang awam berpendapat bahwa Tantrayana adalah agama Buddha Tibet,dan bersumber dari kepercayaan dan "rekayasa/ciptaan" bangsa Tibet.
Sehingga orang awam berpendapat bahwa Tantrayana adalah agama Buddha Tibet,dan bersumber dari kepercayaan dan "rekayasa/ciptaan" bangsa Tibet.
Hal ini tidaklah mengherankan, karena hanya di Tibet,
Bhutan, Nepal, Ladakh, India dan Mongolialah Tantra tetap eksis dan bertahan
sampai sekarang, terutama sekali di Tibet.
Ø Identitas Tantrayana di Tibet
Identitas mazhab Tantrayana di Tibet
dapat diuraikan sebagai berikut :
a.
matra atau
ukuran yang dikenal sebagai silsilah turun-temurun (lineage). Silsilah turunan utama tersebut
meliputi para Guru yang diawali dengan Sang Buddha, para acharya yang berasal
dari India sampai dengan guru dari Tibet pada masa-masa sekarang ini, yang
telah memberikan / menurunkan ajaran Tantrayana baik secara metode lisan maupun
tulisan menurut tradisi turun-temurun.
b.
Faktor yang lain adalah kelompok
ajaran secara lisan dan tulisan yang dihasilkan oleh para anggota daripada
silsilah turun temurun (lineage) tersebut, termasuk uraian, karangan, komentar,
tafsiran, ulasan, tekstual yang mengandung unsur ritual dan sebagainya.
c.
Sekte sekte dikenal pula dengan cara
latihan masing-masing yang khas dan unik. Misalnya sekte Kar-gyu-pa menitik
beratkan meditasi, yang umumnya disebut tradisi meditasi atau samadhi.
Sedangkan sekte Kah-dam-pa ataupun sekte Ge-lup-pa dikenal memiliki tradisi
disiplin intelektual.
d.
Faktor lain yang menonjol dan
menarik perhatian adalah gabungan biara/ monastery tempat para Lama/Bhiksu yang
berfungsi sebagai tempat belajar serta tempat latihan religi. Biasanya suatu
biara merupakan markas besar yang resmi bagi satu sekte sambil dijadikan
sebagai suatu contoh atau model bagi yang lainnya. Setiap sekte besar memiliki
banyak biara. Sedang sekte yang kecil hanya memiliki satu atau dua biara saja.
e.
Setiap sekte juga dikenali dengan
memimpin spiritual yang berkedudukan tinggi, biasanya disebut
"Tulku".
Ø Sekte-sekte Tantrayana yang utama di Tibet
1.
Sekte nim-ma-pa (sekte jubah
merah/ancient red sect)
Anggota sekte ini selalu memakai
jubah dan topi merah. Mereka merupakan keturunan dari garis silsilah (lineage)
dari maha guru Padma sambhava.
Mereka menjalankan ajaran esoteric
(ajaran rahasia). Ajaran dan interpretasi sekte ini merupakan penggabungan dari
Buddha Dharma dan Bon-pa. Dan di dalam prakteknya mereka tidak hanya merupakan jalan
pikiran yang rasional, namun juga memerlukan inspirasi guna menguasai:
· Dasar permulaan ajaran di transfer
langsung dari para acarya India
· Mempertahankan tradisi teks-teks
kuno yang disimpan / dipendam dalam bumi (tanah) seperti Kitab Bardo Thodol.
2.
Sekte Kah-dam-pa
Sekte ini dipelopori oleh Atissa
Srinyana Dipankara pada tahun 1042 masehi. Atissa pada tahun 1012 pernah
mengunjungi Sriwijaya dan berguru pada Maha Acarya Dharmapala selama duabelas
tahun, Atissa kembali ke Tibet pada tahun 1042. Beliau wafat tigabelas tahun,
kemudian perkembangannya dikemudian hari sekte ini bergabung denga Ge-lug-pa.
3.
Sekte Ge-lug-pa (Sekte jubah kuning)
Anggota sekte ini mengenakan jubah
berwarna kuning. Sekte ini merupakan pembaharuan dari sekte Kah-dam-pa dan
dipelopori oleh Tzong-ka-pa pada abad XV.
4.
Sekte Kar-gyu-pa
Sekte ini didirikan oleh Lama Marpa
pada abad XI. Garis silsilah (lineage) sekte ini diawali dengan Buddha
Vajradhara (symbol Penerangan Agung). Para siswa sekte ini dalam pelaksanaan
latihan religi dan upacara ritualnya wajib memandang gurunya sebagai
Vajradhara, supaya dapat lebih mendekatkan diri pada Sang Buddha, sambil
menjamin keberhasilan hubungan erat antara guru dan murid. Salah seorang siswa
Marpa yang terkenal adalah Milarepa, yang juga dikenal sebagai filsuf dan
penyair terkenal dari Tibet.
B.
Aliran Mantrayana
Bahwa Mahayana
lambat laun menujun ke arah jalan kelepasan yang lain daripada yang ditawarkan
oleh Buddha semula. Maka dengan jelas orang mulai merumuskan berbagai jalan
kelepasan, seperti yang diperkembangkan juga oleh agama Hindu.[7]
Pada mulanya
perkembangan Mantrayana ini merupakan reaksi alami terhadap tren sejarah yang
makin tidak sesuai dan mengancam kepunahan agama Buddha India. Untuk
mempertahankan dan melindungi diri, penganut-penganutnya semakin banyak
menggunakan kekuatan mukjizat dan meminta pertolongan dari makhluk-makhluk
luhur, yang keberadaan sebenarnya telah dibuktikan oleh mereka sendiri melalui
pelaksanaan meditasi trans. Di antara ini, perhatian besar ditunjukkan kepada
makhluk luhur berpenampilan menyeramkan, seperti “Pelindung Dharma”, yang
disebut juga vidyaraja, “raja adat dan pengetahuan yang suci” yang
bermaksud baik tetapi menampilkan wajah yang megerikan untuk melindungi orang yang
percaya. Menarik juga untuk dicatat bahwa utuk mendapatkan perlindungan, umat
Buddha pada masa itu mengandalkan makhluk-makhluk luhur feminin. Sekitar tahun
400 M, Tara dan Prajnaparamita dipuja sebagai Bodhisattwa Kosmis.[8]
Di dalam abad
ketujuh timbul lagi suatu jalan yang ketiga yang disebut Mantrayana atau jalan
dengan kalimat-kalimat yang mempunyai daya gaib (mantra). Nama-nama lainnya
yang dipakai ialah Tantrisme, karena pandangan-pandangan mengenai jalan ini
dicantumkan dalam Tantra-tantra; dan Vajrayana atau jalan intan, perjalanan
intan, ialah yang keras dan tak terbinasakan, yaitu kenyataan yang tertinggi.[9]
Menurut
namanya, maka aliran ini mencari alat gaib teristimewa di dalam mantra, kalimat
yang berkekuatan gaib. Tetapi selanjutnya, gambaran-gambaran (mandala) dan
perbuatan-perbuatan upacara keagamaan, di mana sikap tangan (mudra) sangat
penting memainkan peranan juga. Juga pertarakan dan yoga di sini mendapat
tempat pula, seperti pendapat yang kita jumpai di dalam zaman yang jauh lebih
tua lagi di dalam agama Buddha, bahwa manusia yang mebuat kemajuan-kemajuan di
jalan yang menuju kepada pengertian yang mendalam, mendapat kekuatan-kekuatan
yang istimewa pula.
Shadaka, ialah
orang yang menjalankan perbuatan-perbuatan magis, atau sebenarnya orang yang
berusaha ke arah tujuannya, menghubungkan dirinya sendiri dengan alat-alat
magis (mantra, mudra) ke dalam keseluruhan tenaga-tenaga kosmis dan mengekang
serta menguasainya.
Hal ini berarti bahwa dalam setiap
usaha untuk membentuk suatu Mandala haruslah memiliki suatu nilai praktis yang
mempengaruhi prilaku perseorangan (carya). Mantrayana ini juga memiliki sikap
yang tegar menentang segala bentuk khayalan dan menumbuhkan bodhi sebagai lawan
dari nirodha. Kesemua hal ini, dilaksanakan untuk mencapai langkah terakhir
yakni guru yoga sebagai sarana kekuatan untuk mengatasi diri seseorang.
Dalam pengertian yang dalam dapat
dikatakan, bahwa guru yoga adalah kenyataan itu sendiri yang dapat kita
saksikan dan berada dimana-mana. Namun tanpa bimbingan seorang guru (manusia)
yang telah mempraktekkan yoga dan mampu membimbing siswanya dalam menempuh
halangan-halangan yang sulit.
Istilah Mantrayana kelihatannya telah
menerima aslinya pada keperluan khusus bahwa cabang Mahayana yang menganjurkan
pembacaan ulang mengenai mantra sebagai usaha prinsip mengenai paramita. Menurut
Shashi Bhusan Dasgupta: ‘Mantrayana adalah sekte dari Mahayana’, kelihatannya
adalah tingkat perkenalan mengenai Buddhisme Tantra dari semua cabang mengenai
Vajrayana, Kalacakrayana, Sahajayana, dan seterusnya yang timbul dikemudian
hari.
Meskipun demikian, sebagai keadaan hal
yang sebenarnya dengan cabang-cabang Tantra Cina dan Jepang, istilah Mantrayana
berlanjut di dalam penggunaan sebagai suatu petunjuk kolektif tidak hanya untuk
memperkenalkan tapi juga untuk tingkat lebih lanjut dari gerakan Tantra, dan
seperti itu dari satu waktu dipakai sampai dengan sekarang.
C.
Aliran Vajrayana
Berasal dari kosa kata Sanskrit "Vajra"
yang berarti berlian dalam aspek kekuatannya, atau halilintar dalam aspek
kedahsyatan dan kecepatannya. Serta dari kata "yana" yang
berarti wahana/kereta. Menurut Wang Shifu, Vajrayana merupakan Jalan Intan.
Kata "Tantra" sendiri berarti "Tenun" dalam bahasa
Sansekerta, merujuk kepada prakteknya yang bertahap namun pasti.
Vajrayana adalah suatu ajaran Buddha yang di Indonesia lebih sering
dikenal dengan nama Tantra atau Tantrayana. Namun banyak juga istilah lain yang
digunakan, seperti misalnya: mantrayana, ajaran mantra rahasia, ajaran Buddha
eksoterik. Vajrayana adalah merupakan ajaran yang berkembang dari ajaran Buddha Mahayana, dan berbeda
dalam hal praktek, bukan dalam hal filosofi. Dalam ajaran Vajrayana, latihan
meditasi sering dibarengi dengan visualisasi.[10]
Adapun tujuan akhir daripada Vajrayana,
ialah mencapai kesempurnaan dalam pencerahan dengan tubuh fisik kita saat ini,
di kehidupan ini juga, tanpa harus menunggu hingga kalpa-kalpa yang tak
terhitung. Oleh karena tujuan akhir inilah, di dalam Vajrayana ditemui
metode-metode esoterik yang dengan cepat bisa membawa kita kesana.
Ajaran Vajrayana secara umum di
berbagai negara lebih dikenal sebagai ajaran agama Buddha Tibet, yang
merupakan bagian dari Mahayana dan diajarkan
langsung oleh Buddha Sakyamuni yang amat cocok untuk di praktikkan oleh umat
perumah tangga, umat yang hidup sendiri (tidak menikah), ataupun umat yang
memutuskan untuk hidup sebagai bhiksu di vihara Vajrayana.
Menurut catatan, banyak sekali praktisi
tinggi Vajrayana yang memiliki kemampuan (siddhi) yang luar biasa, misalnya:
menghidupkan kembali ikan yang telah dimakan (Tilopa), terbang di angkasa
(Milarepa), membalikkan arus sungai gangga (Biwarpa), menahan matahari selama
beberapa hari (Virupa), mencapai tubuh pelangi (tubuh hilang tanpa bekas, hanya
meninggalkan kuku dan rambut sebagai bukti), berlari melebihi kecepatan kuda,
merubah batu jadi emas atau air jadi anggur, memindahkan kesadaran seseorang ke
alam suci Sukavati (yang dikenal dengan istilah phowa), dapat meramalkan secara
tepat waktu serta tempat kematian & kalahirannya kembali (H.H. Karmapa),
lidah dan jantung yang tidak terbakar ketika di kremasi, terdapat banyaknya
relik dari sisa kremasi, dll. Di dalam Vajrayana, semua hasil yang diperoleh
dari latihan itu, haruslah disimpan serapi mungkin, bukan untuk di ceritakan
pada orang lain. Sebagai pengecualian, boleh mendiskusikan hal tersebut dengan
Guru, jika memang ada hal yang kurang mengerti.
Dalam ajaran Vajrayana, sekte menjadi penting karena
merupakan sebuah identitas. Ini adalah sekilas informasi tentang
sekte-sekte besar yang mempunyai tradisi ciri khasnya masing-masing :
§ Sekte Gelugpa: pendirinya adalah
Tsongkhapa (1357-1419) lebih menekankan kepada disiplin intelektual, karenanya
para Bhiksu dari Gelug amatlah pandai dalam pembahasan Metafisika, filsafat,
dll. Pusaka ajaran yang terkenal dari
tradisi ini adalah Krama Marga alias Lam Rim (Jalan dan Tahap). Tradisi ini
didirikan oleh Je Tsongkhapa, dengan Kadampa sebagai pendahulu Gelug, yang mana
Kadampa ini didirikan oleh seorang Maha Guru India, yaitu Atisha Dipamkara.
§ Sekte Skayapa: Kunchong Gyalpo
(1034-1102) terkenal dengan naskah-naskah autentiknya, pusaka ajaran dari
tradisi ini adalah Lam Dray (Jalan dan Hasil). Tradisi ini berawal dari Sakya
Shri Bhadra dari India, yang merupakan pemegang tahta terakhir dari Institut
Buddhist Nalanda yang mengungsi ke Tibet pada saat invasi dari Moch.Bhaktiar
Khalji, juga oleh beberapa Lotsava agung yg disebutkan oleh Vince Delusion
sebelumnya.
§ Sekte Kagyudpa: (Dagpo Kagyud)
didirikan oleh Gampopa (1079-1133). terkenal sebagai tradisi Meditatif, lebih
menekankan kepada metode-metode Yoga-nya. Pusaka ajaran dari tradisi ini adalah
Maha Mudra, yang meliputi Enam Yoga Naropa (tib.Naro Cho Drug ;
skt.Saddharmopadesa), serta metode-metode esoterik lain yang menyertainya dari
awal sampai akhir, juga pendidikan Shedras selama 12 tahun yang diikuti dengan
retreat Maha Mudra di dalam ruang tertutup selama 3 tahun 3 bulan 3 hari
merupakan ke-khas-an tersendiri dalam tradisi Kagyu. [11]
§ Sekte Nyingmapa:
Dikenal sebagai tradisi non-Monastic. Terkenal
dengan pusaka Terma nya,serta ajaran-ajaran esoterik langka di masa lampau.
Ciri khas utama ajaran dari tradisi ini adalah Dzogchen (Maha Sandhi). Tradisi
ini berawal dari Vajra Guru Padmasambhava (Lian Hua Sheng Da Shi) lebih kurang
700 M.[12]
3. Ritual dan
Praktek
Ø Tantrayana
Jalan Tantra berusaha untuk mengubah
nafsu manusia dasar keinginan dan kemalasan dalam pertumbuhan rohani dan
pembangunan. Jadi,
bukannya menyangkal primal seksual dan sensual mendesak seperti dalam agama
Buddha tradisional, praktek Tantra menerima ini mendesak kehidupan sebagai suci
energi kekuatan, yang dimurnikan dan berubah menjadi kekuatan sehat dan sehat
menghubungkan individu dengan kesadaran spiritual yang lebih tinggi. Untuk
menjadi sukses dengan kerja Tantra, seseorang harus memiliki keterampilan dalam
kontrol diri dan penerimaan diri dan orang lain.
Tindakan atau perbuatan itu ada 3
macam, yakni: tubuh, vokal, dan mental. Pikiran atau perbuatan mental, darimana
pikiran yang dikonsentrasikan ialah keserbaragaman yang paling manjur,
menentukan ucapan dan tindakan yang mempengaruhi pikiran. Perbuatan sakral dari
Tantra bertujuan menghasilkan suatu transformasi mengenai kesadaran dengan
usaha dari (secara spiritual) suara dan gerakan yang sangat mempunyai arti
secara spiritual.
Dengan suara yang sangat mempunyai arti
secara spiritual dengan berbagai ‘dharani atau mantra’ yang disebabkan oleh
akibat yang sangat besar pengulangan yang konstan ada pada pikiran, menduduki
di dalam Buddism Tantra suatu posisi yang sangat penting. Gerakan yang sangat
mempunyai arti itu secara spiritual mencakup semuanya yang diperbuat oleh
sebagian tubuh, seperti mudra yang dilakukan oleh tangan, dan yang
diperbuat mengenai sembah dan tari. Karena ritual dan perbuatan sakral dapat
dibentuk hanya dengan tubuh. Tantra jauh dari menurunkan tubuh menyambutnya
sebagai kapal keselamatan dan memujanya dengan suatu ekstent yang tidak
terdengar dari dalam setiap bentuk lain Buddism. Lebih dari itu, tidak hanya
bagian tubuh dari alam semesta material, tapi banyak obyek material dikerjakan
untuk tujuan sakramen; karena itu Tantra menganggap dunia itu juga bukan
sebagai suatu rintangan tapi sebagai suatu bantuan Penerangan, memuliakannya
sebagai gambar hidup dari keselamatan dan wahyu dari Yang Absolut. Sebagai
ganti mengorbankan dunia itu seseorang harus hidup di dalamnya, di dalam suatu
jalan seperti itu bahwa kehidupan dunia sendirinya diubah ke dalam kehidupan
transendental.
Menurut pandangan Tantra, menanamkan
tubuh itu dengan kesucian adalah kemungkinan dari tindakan manusia pada pikiran
bukan hanya oleh gerakan anggota tubuh tapi dengan memainkan pernafasan dan air
mani, semuanya dihubungkan secara intim bahwa dengan mengendalikan setiap salah
satu dari semua itu dan sisanya yang dua itu dikendalikan secara otomatis.
Lagi, dihubungkan tidak sebanyak dengan perumusan filsafat yang luas daripada
dengan notulen yang mendetail mengenai latihan spiritual, aspek-aspek tertentu
yang terlalu kompleks, sulit, dan sedikit untuk disetujui dengan tulisan.
Tantra tentu saja sangat menegaskan perlunya menerima inisiasi atau upacara dan
petunjuk dari sorang guru spiritual yang ahli.[13]
Ø Mantrayana
Pokok-pokok ajaran Mantrayana dapat
ditemui pada karya karya padma-dkarpo dari Tibet. Menurut beliau, tujuan dari
Mantrayana adalah sama seperti apa yang dituju oleh aliran-aliran lainnya dalam
agama Buddha, yakni kemanunggalan manusia dengan penerangan sempurna atau
kesempurnaan secara spiritual.
Langkah pertama untuk mencapai tujuan
tersebut menurut konsepsi Mantrayana adalah mengambil perlindungan serta
mempersiapkan diri dengan berpedoman pada Bodhicitta, yang berarti fondasi dari
segala macam kebaikan, sumber dari segala usaha kebahagiaan dan sumber dari
kesucian. Bodhicitta biasanya terbagi menjadi dua bagian, yakni :
1.
Bodhi pranidhi
citta : Tingkat persiapan untuk pencapaian kebuddhaan.
2.
Bodhi prasthana
citta :Tingkat pelaksanaan sesungguhnya dalam usaha menuju cita-cita.
Bodhicitta adalah sebagai suatu sarana
bagi setiap umat Buddha untuk mencapai tujuannya. Perlindungan tersebut meliputi
perlindungan pada Sang Triratna. Dalam hal ini, Mantrayana memandang Sang
Triratna bukanlah hanya sekedar pengertian harfiah, melainkan sebagai kekuatan
spiritual yang disimbolkan oleh Triratna tersebut.
Sikap perlindungan yang demikian itu mempunyai kaitan yang
sangat erat dengan keteguhan hati. Keteguhan hati ini berfungsi untuk menguak
tabir rahasia untuk mencapai penerangan sempurna. Dan selanjutnya akan
menumbuhkan perubahan sikap, membawa si siswa untuk mulai melihat keadaan
sesungguhnya tentang 'diri' dan alam sekitarnya.
Tahapan selanjutnya yang harus dilaksanakan adalah
memperkuat dan memajukan sikap baru yang diperoleh dari meditasi dengan membaca
mantra berulang-ulang. Mantra adalah kata dalam bahasa sansekerta yang berarti pesona. Mantra
adalah satu suku kata yang berfungsi sebagai 'suatu pelindung pikiran' yang
mengandung kekuatan magis dan melambangkan Triratna (Buddha-Dharma-Sangha)
ataupun makhluk-makhluk agung lainnya. Mantra juga merupakan formula untuk
memelihara agar pikiran tetap terkonsentrasi, tidak melayang-layang tak
menentu.
Langkah berikutnya adalah mempersembahkan suatu Mandala
(gambar-gambar indah yang mengandung arti filosofis) sebagai sarana untuk
menyempurnakan pengetahuan pengetahuan yang telah dicapainya. Setiap langkah
dalam mempersiapkan Mandala ini haruslah selalu berhubungan dengan Sad Paramita
(enam perbuatan yang luhur) maupun Catur Paramita (Brahma Vihara=empat keadaan
batin yang luhur). Sad Paramita terdiri dari :
1)
Dana Paramita: Perbuatan luhur
tentang amal secara materi maupun spiritual.
2)
Sila Paramita: Perbuatan luhur
tentang kehidupan bersusila.
3)
Kshanti Paramita: Perbuatan luhur
yang dapat menahan segala macam penderitaan.
4)
Virya Paramita: Perbuatan luhur
mengenai keuletan dan ketabahan.
5)
Dhyana Paramita: Perbuatan luhur
mengenai pemusatan pikiran (samadhi/meditasi).
6)
Prajna Paramita: Perbuatan luhur
mengenai kebijaksanaan.
Catur Paramita atau Brahma Vihara (empat keadaan batin yang
luhur) terdiri dari :
1)
Metta: Cinta kasih universal.
2)
Karuna: Welas asih, kasih sayang,
belas kasihan universal.
3)
Mudita: Rasa simpati universal, rasa
bahagia atas kebahagiaan makhluk lain.
4)
Upekha: Keseimbangan batin yang tak
tergoyahkan.
Ø Vajrayana
Dalam
Vajrayana, terdapat banyak sekali metoda dalam berlatih. Memang banyak sekali
praktisi Vajrayana yang memiliki kemampuan luar biasa, namun hal ini bukanlah
sesuatu yang mistik. Hal ini sebenarnya merupakan hasil samping dari latihan
yang dilakukan, dan hal ini harus diabaikan. Seperti kata sang Buddha, yang
dapat menyelamatkan kita pada saat kematian adalah Dharma, bukanlah kesaktian
yang kita miliki. Sering kemampuan yang didapat ini menjadi penghalang dalam
mencapai tujuan utama kita, yaitu mencapai pencerahan. Hasil samping berupa
kemampuan (siddhi) ini sering akan meningkatkan kesombongan (ke-aku-an) kita,
yang sebenarnya justru harus kita hilangkan, dan bukan merupakan sesuatu yang
harus dibanggakan. Namun sayang sekali, banyak orang yang berpandangan salah,
mereka mengagungkan kemampuan gaib yang dimiliki oleh seseorang, dan
mengabaikan Dharma yang mulia. Hal ini dapat terjadi karena adanya kebodohan /
ketidak tahuan (Moha) yang dimiliki.
Praktek Vajrayana tidak terlepas dari
penyapaan mantra, maka sering juga dikenal dengan istilah ajaran mantra
rahasia.
Ajaran Vajrayana sering juga disebut
dengan Praktek Rahasia, atau Kendaraan Rahasia. Hal ini menggambarkan bahwa
ketika seorang praktisi semakin merahasiakan latihannya, maka ia akan semakin
mendapatkan kemajuan pencapaian dan berkah dari latihan yang ia lakukan.
Semakin ia menceritakan tentang latihannya, maka semakin sedikit berkah yang
akan ia peroleh.
Sang Buddha sering berpesan kepada
murid-muridNya, bahwa mereka tidak boleh memperlihatkan kemampuan (siddhi)
mereka, tanpa suatu tujuan yang mulia. Demikian pula, Para praktisi tinggi
Wajrayana tidak pernah menunjukkan kemampuan mereka hanya demi ego, demi
ketenaran, demi kebanggaan, ataupun demi materi. Para praktisi tinggi ini
biasanya menunjukkan kemampuan pada murid-murid dekat, ataupun pada orang
tertentu yang memiliki hubungan karma dengannya, demi Dharma yang mulia,
misalnya untuk menghapus selubung kebodohan, ketidak tahuan, kekotoran batin,
ataupun karena kurangnya devosi dalam diri murid tersebut.
Mazhab Tantrayana yang berkembang di
Tibet sekarang ini pada umumnya adalah Vajrayana, mengenai Vajrayana di Tibet,
Guru Rinpoche Padma Sambhava memberikan instruksi yang mencakup enam cara untuk
mencapai pembebasan melalui proses pemakaian yang melibatkan Panca Skandha. Ke
enam cara tersebut:[14]
§ Pembebasan
melalui proses pemakaian
§ Pembebasan
melalui proses pendengaran
§ Pembebasan
melalui proses ingatan
§ Pembebasan
melalui proses penglihatan
§ Pembebasan
melalui proses Pengecapan
§ Pembebasan
melalui proses sentuhan.
Panca Skandha
adalah suatu konsep dalam agama Buddha yang menyatakan bahwa manusia adalah
merupakan kombinasi dari kekuatan atau energi fisik dan mental yang selalu
dalam keadaan bergerak dan berubah, yang disebut lima kelompok kegemaran,
terdiri atas:
1.
Rupaskandha/Rupakkhanda
(kegemaran kepada bentuk)
2.
Vedanaskandha/Vedanakkandha
(kegemaran kepada perasaan)
3.
Samjnaskhandha/Sannakkhandha
(kegemaran kepada pencerapan)
4.
Samskaraskhandha/Sankharakkhandha(kegemaran
kepada bentuk-bentuk pikiran)
5.
Vijnanaskhandha/Vinnanakkhandha
(kegemaran kepada kesadaran).
Vajrayana memandang alam kosmos (alam semesta) dalam kaitan
ajaran untuk mencapai pembebasan. Apabila di Mahayana terdapat konsepsi Trikaya
(tiga tubuh Buddha), maka didalam Vajrayana, Buddha bermanifestasi dan berada
dimana-mana. Oleh karenanya, Buddha adalah wadah atau badan kosmik yang
memiliki enam elemen, yakni : tanah, air, api, angin, angkasa dan kesadaran.
Dalam rangkaian yang tersusun sebagai sistim, Vajrayana selain memiliki
pandangan filosofis di atas, juga memiliki puja bakti ritual maupun sistim
meditasi khusus yang disebut Sadhana yaitu meditasi dengan cara
memvisualisasikan dengan mata batin, menyatukan mudra, dharani (mantra) dan
mandala.
Daftar Pustaka:
§ Suwarto. T. Buddha Dharma Mahayana.
Majelis Buddha Mahayana Indonesia. Jakarta: 1995
§ Honig, J.R. Ilmu Agama. BPK
Gunung Mulia. Jakarta: 1997
§ Conze, Edward. Sejarah Singkat Agama
Buddha. Oneworld Publication.Cet.12010
§ http://www.walubi.or.id/wacana/wacana_057.shtml
§ http://www.indoforum.org/t96087/#ixzz1pAJ4Xz6S
§ http.vajrayana.wikipedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar